kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jaga Progres Pemulihan Ekonomi Indonesia, Ini Saran Ekonom


Senin, 23 Mei 2022 / 21:19 WIB
Jaga Progres Pemulihan Ekonomi Indonesia, Ini Saran Ekonom


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, meski pemulihan ekonomi RI sudah terlihat, namun ada tantangan berat yang menghantui pemulihan ekonomi ke depannya.

Tantangan tersebut diantaranya inflasi yang tinggi, peningkatan suku bunga kebijakan yang membuat suku bunga menjadi tinggi, dan potensi pertumbuhan ekonomi yang melemah.

Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan, saat ini pemerintah perlu menjaga stabilitas harga agar nantinya tidak terjadi peningkatan inflasi yang liar seperti yang terjadi di banyak negara bahkan di negara-negara maju. "Itu yang tidak kita inginkan," ujar David kepada Kontan.co.id, Senin (23/5).

Sehingga menurutnya menjaga ekspektasi inflasi yang rendah perlu dilakukan saat ini, walaupun dirinya melihat di saat yang sama bebannya akan ada pengaruhnya ke fiskal.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Subsidi BBM Melonjak pada April 2022

"Selain itu saya pikir perlu juga untuk mengantisipasi risiko-risiko yang tidak kita duga sebelumnya. Skenario-skenario buruk itu juga perlu kita pikirkan," tegas David.

Selain itu pemerintah juga perlu fokus terkait dengan inflasi pangan mengingat inflasi pangan sudah memicu masalah di banyak negara.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pemerintah perlu memperkuat fundamental ekonomi dan mendorong stabilitas perekonomian di tengah risiko pengetatan kebijakan moneter.

“Ruang fiskal juga perlu diperluas agar dapat menjadi absorser atau bantalan dari berbagai tantangan tersebut sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian,” tutur Josua.

Dalam merespons normalisasi kebijakan moneter, otoritas moneter perlu melakukan assesmen mendalam agar respons kebijakan terukur dalam mengelola stabilitas harga.

Baca Juga: Realisasi Belanja Daerah Turun 1,1% pada April 2022

“Kembali lagi, koordinasi otoritas moneter dan fiskal perlu diperkuat dalam menjangkar ekspektasi inflasi terutama dalam menjaga stabilitas inflasi pangan,” katanya.

Josua menegaskan, dengan kebijakan yang terukur dan tepat serta dilakukan dengan timing yang tepat, maka diharapkan dapat memitigasi dampak yang ditimbulkan dari normalisasi kebijakan global.

Dihubungi berbeda, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yuadhistira mengatakan, terkait inflasi pemerintah perlu menambah alokasi subsidi energi dan perlindungan sosial.

Hal ini menurutnya daoat membuat kelompok menengah kebawah dan rentan bisa terlindungi dari kenaikan harga pertalite, solar dan LPG 3kg secara berlebihan.

Adapun perlindungan sosial dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH) ataupun bantuan pangan non tunai bisa tetap diberikan dengan penambahan alokasi dana per penerima bantuan.

Baca Juga: Sri Mulyani: Pemulihan Ekonomi Dihantui Empat Tantangan Global yang Harus Diwaspadai

Sementara itu terkait kenaikan suku bunga, Bhima mengatakan kuncinya ada pada percepatan transmisi penurunan suku bunga kredit dan efisiensi perbankan. Menurutnya, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa terus menekan perbankan agar cos of fund bisa lebih murah dengan konsolidasi perbankan.

“Pengetatan likuiditas yang perlu diperhatikan bersumber dari perebutan dana antara surat utang pemerintah dengan deposito perbankan,” jelas Bhima.

Lebih lanjut Bhima mengatakan, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor 10 tahun tercatat mencapai 7,22% yang membuat spread dengan bunga deposito perbankan semakin jauh.

“Akibatnya, investor memindahkan dana dari perbankan untuk parkir di surat utang. Solusinya penerbitan SBN harus sedikit ditahan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×