kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.098.000   -17.000   -0,80%
  • USD/IDR 16.571   109,00   0,66%
  • IDX 8.008   -16,75   -0,21%
  • KOMPAS100 1.116   -7,41   -0,66%
  • LQ45 809   -5,92   -0,73%
  • ISSI 276   0,10   0,04%
  • IDX30 421   -3,05   -0,72%
  • IDXHIDIV20 483   -7,14   -1,46%
  • IDX80 123   -0,71   -0,57%
  • IDXV30 132   -1,87   -1,40%
  • IDXQ30 134   -2,10   -1,54%

Jaga Pemilu Terima Dugaan Kecurangan Pemilu: Gentong Babi Hingga Politisasi Aparat


Rabu, 27 Maret 2024 / 11:16 WIB
Jaga Pemilu Terima Dugaan Kecurangan Pemilu: Gentong Babi Hingga Politisasi Aparat
ILUSTRASI. Petugas menata kotak suara saat distribusi logistik Pemilu 2024 /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/11/22/2024.


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Jaga Pemilu merilis sejumlah temuan terkait penyelenggaraan Pemilu 2024, termasuk pelanggaran yang terjadi selama pemilu. Dari berbagai temuan tersebut, Jaga Pemilu menyimpulkan, Pemilu 2024 telah menjadi artifisial. Penyelenggaraan pemilu diatur sedemikian rupa melalui skenario pemenangan yang memanipulasi mekanisme prosedural dan peraturan kepemiluan. 

“Analisis terhadap laporan dan temuan oleh jaga Pemilu memperlihatkan, penyelenggaraan Pemilu 2024 terkontaminasi oleh praktik-praktik pelanggaran dan kecurangan pemilu,” kata Sekretaris Perhimpunan Jaga Pemilu Luky Djani, dalam keterangan pers, Selasa (26/3).

Sepanjang periode 29 Agustus 2023 sampai 19 Maret 2024, dari total 914 laporan yang diterima terdapat 658 laporan terverifikasi. Masing-masing 215 laporan berasal dari masyarakat dan 443 laporan dugaan pelanggaran/kecurangan dari hasil penelusuran sosial media dan media online. Dari total laporan terverifikasi, 210 laporan yang memenuhi kriteria pelaporan sesuai ketentuan dan telah disampaikan kepada Bawaslu. “Dari 210 yang dilaporkan ke Bawaslu, hanya satu yang ditindaklanjuti,” kata Rusdi Marpaung, Ketua Divisi Advokasi dan Hukum Jaga Pemilu. 

Dari 658 kasus yang dianalisis, terdapat empat kategori utama pelanggaran yang berdampak langsung kepada integritas pemilu. Keempat tipologi malpraktik pemilu tersebut adalah: praktik politik pork-barrel alias gentong babi. Ini adalah karakter kampanye yang menawarkan program publik dan sumber daya publik, termasuk bantuan sosial (bansos) secara sistematis dan terarah pada kelompok pemilih dan daerah tertentu. Malpraktik lain adalah jual-beli suara, manipulasi administratif dan monopoli sumberdaya publik dan politisasi aparatur.

Modus vote-buying pada pemilu 2024 didominasi oleh praktik pembagian uang secara langsung selama kampanye arak-arakan, rapat dengar pendapat umum. Pembagian uang baik secara terbuka maupun tertutup melalui broker ataupun diberikan saat acara berlangsung. Alibi yang diutarakan selalu seragam, sebagai ongkos politik ataupun biaya partisipasi dalam kegiatan kampanye. 

Dari pengamatan Jaga Pemilu, politikus dan timses memahami batasan nominal yang dapat diberikan sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka pemberian barang kepada perorangan pemilih jika dijumlahkan nominalnya di bawah ketentuan KPU tersebut sehingga terhindar dari jeratan hukum.

Baca Juga: Nasdem Bakal Dukung Hak Angket Hingga Kawal Sengketa Pilpres

Ini mengindikasikan, kata Luky, terjadinya normalisasi pelanggaran dan kecurangan pemilu di Indonesia, atau situasi new normal. Malpraktik pemilu dianggap sebagai hal biasa dan terjadi pembiaran dalam penegakkan hukum.

Berdasarkan teori, artifisial demokrasi dapat dilihat dari beragamnya pelanggaran dan kecurangan dalam setiap tahapan pemilu. Dikombinasikan dengan renggangnya representasi politik. Hubungan antara pemilih dan politikus dipandang berlangsung secara transaksional serta manipulatif.

Temuan Jaga Pemilu mengungkapkan, pelaku pelanggaran terbesar selama pemilu 2024 adalah penyelenggara pemilu. Luky menyebut, lebih dari setengah pelaku yang diduga melakukan pelanggaran adalah penyelenggara pemilu yaitu sebanyak 55%.

Peringkat kedua pelaku pelanggaran dan kecurangan adalah peserta pemilu calon anggota legislatif sebanyak 16%, dengan modus umum berupa upaya untuk beli suara (vote buying). Aktor selanjutnya adalah aparatur Penyelenggara Negara (10%) serta Kepala Daerah (8%).

Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan mengungkapkan, pemerintah harus melakukan evaluasi terkait temuan Jaga Pemilu tentang pelaku pelanggaran terbesar yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

“Angka 55% itu termasuk tinggi. Kita sudah lihat ada beberapa kasus di mana penyelenggara pemilu dijerat kasus pidana seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga beberapa daerah lain. Ini menunjukan suatu fakta bahwa ada masalah terkait penyelenggara pemilu, apakah ini terjadi saat mulai proses rekrutmen atau lainnya,” jelas Abha

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×