Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/2) siang, ditunda karena ketidakhadiran perwakilan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Putusan gugatan ini dinanti oleh Presiden Joko Widodo sebelum mengambil sikap atas kelanjutan pencalonan Komjen Budi Gunawan. Lalu, apa tanggapan pihak Istana? Akankah Presiden tetap menunggu hasil sidang praperadilan yang akan membuat pengambilan keputusan semakin lama?
"Sampai hari ini, belum ada perubahan atau belum ada arahan dari Presiden," kata Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di Istana Kepresidenan, Senin (2/2).
Andi mengungkapkan, pihaknya masih harus mempelajari gugatan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan terlebih dulu. Mengenai bisa atau tidaknya penetapan status tersangka digugat ke praperadilan, Andi mengatakan, hakim yang berhak menentukan hal tersebut.
Andi menambahkan, pada sore ini, Presiden Jokowi juga akan bertemu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas konflik KPK-Polri. Presiden akan kembali mendapatkan masukan mengenai apa yang perlu ditempuh sebagai solusi konflik kedua lembaga.
Mengenai kemungkinan nama-nama baru sebagai calon kepala Polri, Andi mengatakan, Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
"Kalau itu harus dilakukan, Presiden menunggu usulan namanya dari Kompolnas sesuai dengan ketentuan yang ada di kepolisian," kata Andi.
Seperti diberitakan sebelumnya, sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan dimulai pada hari ini. Namun, sidang akhirnya ditunda karena KPK sebagai pihak tergugat tidak hadir dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Sarpin Rizaldi.
KPK beralasan ketidakhadirannya karena kuasa hukum Budi menambahkan gugatan pada hari ini sehingga kuasa hukum KPK masih harus mempelajari lagi gugatan Budi itu.
Sebelumnya, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka tak lama setelah Presiden Joko Widodo menyerahkan nama mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu ke Dewan Perwakilan Rakyat. Ia dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News