Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah terus melakukan upaya untuk mencegah pelarian pajak ke luar negeri. Selain kewajiban untuk menyediakan dokumen transfer pricing, pemerintah juga akan memberlakukan aturan controlled foreign company (CFC) dan mandatory disclosure rule (MDR).
Kedua peraturan itu untuk mengimplementasikan aksi ketiga dan ke-12 dalam kerangka anti Penggerusan Pendapatan dan Pengalihan Profit (Base Erosion and Profting Shifting/BEPS). Sebanyak 97 negara dan yurisdiksi, termasuk Indonesia telah berkomitmen untuk mengadopsi 15 aksi anti BEPS demi kepentingan perpajakan.
Asal tahu saja, dalam aturan mandatory disclosure requirements (MDR) akan mengharuskan Wajib Pajak (WP) yang melakukan tax planning untuk melaporkan skema dari tax planning-nya kepada otoritas pajak.
Sementara dalam aturan controlled foreign company (CFC), aturan ini mencegah praktik manipulasi dengan tax planning yang matang atau sengaja mentransfer laba (profit shifting) yang diperoleh perusahaan ke negara dengan tarif pajak rendah.
Saat ini, ketentuan CFC telah diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) serta aturan turunannya, PMK Nomor 256/PMK.03/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 59/PJ/2010. Namun, aturan yang ada sekarang kurang efektif mencegah praktik penghindaran pajak. Oleh karena itu DJP sedang ongoing untuk merevisi dengan mengeluarkan PMK baru dalam waktu dekat ini.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan, saat ini hampir semua otoritas pajak di seluruh dunia tengah mengalami permasalahan asimetris informasi, antara petugas pajak dan wajib pajak.
Seperti diketahui, BEPS adalah strategi perencanaan pajak (tax planning) yang memanfaatkan gap dan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan perpajakan domestik untuk “menghilangkan” keuntungan atau mengalihkan keuntungan tersebut ke negara lain yang memiliki tarif pajak yang rendah atau bahkan bebas pajak.
Tujuan akhirnya adalah agar perusahaan tidak perlu membayar pajak atau pajak yang dibayar nilainya sangat kecil terhadap pendapatan perusahaan secara keseluruhan.
"Informasi yang tidak seimbang antara petugas dan wajib pajak ini menimbulkan permasalahan dan ditambah lagi dengan adanya agressive tax planning," ujar John di gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (17/3).
Oleh karena itu, otoritas pajak dunia sepakat untuk mendorong keterbukaan informasi secara sukarela berdasarkan aturan. Seperti diketahui, masyarakat internasional telah melahirkan dua instrumen, yaitu Automatic Exchange of Information (AEoI) dan 15 aksi anti BEPS.
John mecontohkan, dalam BEPS aksi 13 diatur mengenai penghindaran pajak dengan tax planning mentransfer laba yang diperoleh wajib pajak ke negara dengan tarif pajak rendah. Nah, Indonesia telah mengadopsi aksi ke-13 anti BEPS, yaitu soal transfer pricing documentation. Hal ini telah diatur dalam PMK 213 yang terbit akhir 2016.
Ia melanjutkan bahwa agressive tax planning yang biasanya dilakukan oleh perusahaan lintas negara, oleh multinational enterprises atau high level individual tax payers sangat berbahaya bagi negara karena bisa menyebabkan basis perpajakan suatu negara tergerus.
International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) Principal Reserach Associate Boyke Baldewsing mengatakan bila Indonesia kelak akan mengadopsi aturan ini, hendaknya jangan terlalu agresif. Pasalnya, perlawanan atas tax planning yang terlampau agresif malah akan menakuti investor untuk berinvestasi di Indonesia.
“Karena bagaimana pun investor akan melihat masa depan peluang bisnis,” katanya.
Adapun Director Tax Services IBFD Victor van Kommer mengatakan bahwa saat ini WP sudah tidak bisa menghindari transparansi, termasuk juga transfer pricing. Pasalnya nyaris seluruh regualsi perpajakan di dunia berangkat dari disclosure.
“Tax data science memang harus dikembangkan. Yang penting bagaimana otoritas pajak bisa menggerakkan seluruh talenta untuk mengumpulkan informasi soal tax planning ini,” ucapnya
Ia mengatakan bahwa dirinya mendukung Indonesia membuka seluruh tax planning yang ada, namun jangan berlebihan. “Tujuannya untuk memetakan perilaku tax planner. Ini hal yang baik untuk diterapkan di Indonesia,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News