kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ini tiga opsi bagi kreditur SNP Finance


Rabu, 29 Agustus 2018 / 20:30 WIB
Ini tiga opsi bagi kreditur SNP Finance
ILUSTRASI. SNP Finance


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah mengumpulkan data soal kemampuan finansial PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance terkini, AJ Capital memberikan tiga opsi agar Sunprima bisa menuntaskan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pilihan untuk going concern jadi yang paling menguntungkan, meski banyak kreditur meragukannya.

"Pertama debitur pailit, dengan menolak proposal yang diajukan debitur. Kedua PKPU berakhir homologasi (perdamaian) namun dengan pembekuan izin dilanjutkan dengan pencabutan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Terakhir pembekuan izin OJK dicabut, sehingga debitur bisa melakukan going concern," papar Direktur AJ Capital Fransiscis Alip dalam rapat kreditur, Rabu (29/8) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Asal tahu saja, tiga opsi yang disodorkan Alip dalam rapat berdasar dari hasil pengumpulan data keuangan Sunprima dengan nilai kurang lebih Rp 1,15 triliun. Rinciannya, Rp 1,13 berasal piutang (account receivable) konsumen, saldo kas senilai Rp 25,04 miliar, dan beberapa aset tetap yang nilai likuidasinya sejumlah Rp 4,06 miliar.

Nah, untuk opsi pailit Alip mengestimasikan tingkat pengembalian utang Sunprima hanya sekitar 1,8%-3,7% dari total tagihan PKPU senilai Rp 4,09 triliun, atau senilai Rp 73,57 miliar-Rp 150,68 miliar. Nilai tersebut menyusut jauh, sebab Alip mengasumsikan piutang hanya bisa ditagihkan kepada konsumen di bawah satu tahun cicilan yang nilai totalnya Rp 163,16 miliar. Belum lagi harus dipotong biaya kepailitan dan PHK karyawan.

Opsi kedua, homologasi dengan pencabutan izin operasi Sunprima memberikan estimasi tingkat pengembalian utang lebih besar. Sebab asumsinya, Sunprima tak perlu melakukan PHK kepada seluruh karyawan sehingga dapat mengoptimalkan upaya penagihan piutang.

"Tingkat efektivitas dengan skema ini ditentukan oleh efektivitas penagihan piutang, yang dilakukan oleh kegiatan koleksi debitur," sambung Alip.

Asumsi Alip, estimasi tingkat pengembaliannya berkisar 6,39%-15,70% dari total tagihan. Atau senilai Rp 260,67 miliar hingga 640,27 miliar.

Opsi ketiga, Sunprima going concern cukup rumit. Sebab tak hanya mengandaikan pembekuan OJK, melainkan Sunprima juga butuh dana segar untuk melanjutkan bisnis.

"Pemegang saham debitur yang juga pemegang saham di grup columbia, bisa menawarkan tiga perusahaan untuk dijadikan sumber pengembalian kepada kreditur. Nama perusahaannya CPM semua untuk selanjutnya disebut CPM 1-3," jelas Alip.

Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Cipta Pratama Mandiri, PT Citra Prima Mandiri, dan PT Citra Panji Mandiri. Sementara dari data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Sunprima dipegang 33,44% sahamnya oleh Leo Chandra, sementara sisanya juga digenggam Leo bersama keluarganya melalui Cipta Pratama.

Alip mengstimasi penjualan ketiga perusahaan Grup Columbia tadi punya nilai valuasi Rp 205 miliar-Rp 768 miliar. "Tapi ditentukan penjualannya maksimal 49%, agar masih punya kendali," kata Alip. Sehingga hasil penjualannya sekitar Rp 100 miliar-Rp 376 miliar.

Dana ini yang akan digunakan untuk menopang usaha Sunprima selanjutnya. Alip bilang, Sunprima bisa ambil marjin 65%. Agar lebih punya daya saing dibandingkan kompetitor Sunprima yang biasa menggarap marjin mencapai 85%.

"Tapi untuk lebih lengkapnya, kami belum menyusun skema pembayaran. Terus terang proses PKPU ini agak berat, mungkin butuh dua hingga tiga minggu lagi untuk finalisasi," kata Alip kepada Kontan.co.id seusai rapat.

Sejatinya pemaparan Alip memberi angin segar bagi kreditur, sebab selama ini proses PKPU Sunprima seperti berjalan di tempat. Setidaknya mereka tahu kondisi keuangan Sunprima. Meski demikian, banyak kreditur masih tak puas.

"Bagaimana dana sekitar Rp 3 triliun, selain dari piutang debitur. Kami harap debitur bisa memberikan penjelasan," seru perwakilan BCA dalam rapat.

"Kami tak bisa menjelaskan sekarang. Kami akan menunggu laporan keuangan beres. Karena KAP kami yang lama (Deloitte) telah mengundurkan diri. Soal ini kami juga sudah mengajukan ke OJK," jawab Corporate Secretary Sunprima Ongko Purba Dasuha.

Fajar Romy Gumilar, salah kuasa hukum kreditur pemegang Medium Term Notes (MTN) dari Kantor Hukum ANC & Co bilang belum optimistis soal kans Sunprima bisa kembali beroperasi dan dapat memulihkan kembali usahanya.

"Masih fifty-fifty lah saya. Karena salah satu syarat dari OJK memberikan restu Sunprima untuk operasi lagi adalah soal keterbukaan, transparansi. Selama ini debitur kurang koperatif menurut saya," katanya kepada Kontan.co.id seusai rapat.

Senada tapi tak serupa, Arin Tiahjadi Maulana, pun kuasa hukum pemegang MTN dari Kantor Hukum ST&T Advocates bilang ia masih belum puas atas pemaparan Alip tadi.

"Sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan dalam rapat PKPU sebelumnya. Tapi dari pemaparan secara umum, skema pembayarannya paling cepat dilakukan dalam 10 tahun, klien yang saya wakili ini pemegang MTN, dan MTN itu harusnya cepat pengembaliannya, waktu 10 tahun terlalu lama," katanya kepada Kontan.co.id dalam kesempatan yang sama.

Seorang kuasa hukum lain yang enggan disebutkan namanya bahkan bilang, agar menutupi utang-utangnya, para pemegang saham Sunprima juga perlu bertanggung jawab. Menutupi kurangnya dana dari paparan Alip.

Mengingatkan, tagihan PKPU Sunprima senilai Rp 4,09 triliun berasal lima kreditur konkuren (tanpa jaminan) dengan tagihan Rp 338 juta, dan Rp 3,957 triliun untuk 354 kreditur separatis (pegang jaminan). Ditambah adanya tagihan bunga dan denda senilai Rp 17,020 miliar dari kreditur separatis.

Sementara rincian kreditur separatisnya adalah, 14 kreditur berasal dari perbankan dengan tagihan senilai Rp 2,22 triliun, dan 336 pemegang MTN dengan tagihan senilai Rp Rp 1,85 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×