Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencanaan meningkatkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% pada 2022. Namun, sejumlah pihak merasa angka tersebut dapat memberikan dampak negatif kepada ekosistem rokok.
Sementara itu, pemerintah berdalih telah menghitung segala pertimbangan dalam menuturkan tarif CHT. Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan ada beberapa sektor yang menjadi pertimbangan Kemenkeu dalam menentukan tarif cukai.
Pertama, memperhatikan sektor pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok. Kedua, tenaga kerja industri rokok. Ketiga, memperhitungkan keberadaan rokok ilegal. Di sisi lain juga menimbang asumsi dasar ekonomi makro tahun depan seperti inflasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Analis: Emiten rokok masih prospektif, properti dan infrastruktur jadi alternatif
Deni menambahkan langkah pemerintah tersebut, setelah dalam pertimbangan tarif CHT tahun 2019 yang tidak naik. Meski demikian, Wakil Ketua Umum PBNU Mochammad Maksum Mahfoedz meminta pemerintah mempertimbangkan keputusan tersebut, mengingat dampak negatif bagi petani tembakau dan juga buruh pabrik tembakau.
“Jika ada pihak-pihak yang terdzalimi akibat kenaikan cukai tembakau, maka mereka tidak lain adalah petani dan buruh tani yang notabene masyarakat kecil, khususnya Nahdiyin, dan bukan perusahaan. Para petani dan buruh tani adalah korban kedzaliman,” kata Maksum dalam keterangan resmi, Selasa (17/9).
Di sisi lain, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengatakan tarif CHT sebesar 23% terlampau tinggi. Apalagi melihat pada tahun lalu volume produksi rokok turun 7%. Dia bilang jika tetap berlanjut, penyebaran rokok ilegal semakin marak dan sulih di kendalikan.
Baca Juga: Cukai rokok bakal naik, RHB Sekuritas Indonesia coret saham HMSP dari Top 10 Picks
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Abdillah Hasan memprediksi harga termahal setelah kenaikan cukai ini, akan berada di kisaran Rp 35.000 per bungkus.
Sementara, Survey dari Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI menunjukkan bahwa harga yang dapat menurunkan konsumsi rokok adalah Rp 60.000-Rp 70.000 per bungkus.
Deni mengatakan segala kritik atas pemerintah akan ditampung. Tetapi, dia belum bisa memastikan tarif CHT yang telah dicanangkan akan tetap atau turun. “Belum berani berkomentar kita tunggu saja, setelah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) keluar,” kata Deni kepada Kontan.co.id, Rabu (18/9).
Baca Juga: Cukai rokok naik tinggi tahun depan, Gaprindo angkat bicara
Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasruddin Joko Suryono menambahkan penentuan target pendapatan cukai diarahkan untuk mengendalikan konsumsi dan mengurangi dampak negatif barang kena cukai melalui penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News