Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: A.Herry Prasetyo
AKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) menegaskan jasa perhotelan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penegasan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/43/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan tau Rincian Jasa Perhotelan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai yang terbit pada 9 Maret 2015.
Wahyu Tumakaka, Pejabat Pengganti Direktur Pengembangan, Penyuluhan, dan Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, mengatakan, beleid tersebut dibuat sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Menurut Wahju, aturan tersebut dikeluarkan demi menegaskan kelompok jasa yang dikenai PPN. "PMK tersebut dibuat supaya tidak tumpang tindih dengan PP Nomor 1," kata Wahju, Senin (23/3).
Berdasarkan beleid anyar ini, jasa perhotelan yang tidak dikenai PPN antara lain jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap. Selan itu, ada lagi jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
Adapun tambahan yang dimaksud yaitu fasilitas penunjang seperti pelayanan kamar (room service), pengkondisi udara, binatu, kasur tambahan, furnitur dan perlengkapan tetap telepon, brankas, internet, televisi satelit atau kabel, dan minibar. Sementara, fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap yaitu fasilitas olah raga dan hiburan, fotokopi, teleks, faksimile, dan transportasi hotel yang semata-mata untuk tamu yang menginap.
Sementara itu, jasa perhotelan yang tidak termasuk dalam ketentuan dalam PMK tersebut berupa penyewaan ruangan untuk ATM, kantor, perbankan, restoran, tempat hiburan, karaoke, apotek, toko retail, dan klinik. Kemudian juga jasa penyewaan unit atau ruangan, apartemen, kondominium, dan sejenisnya, serta fasilitas penunjang terkait lainnya. Selain itu juga jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan. Dengan begitu, pengenaan pajak teerhadap kelompok fasilitas yang dikecualikan tersebut didasarkan atas izin usahanya.
Menurut Wahju, selain menghindari tumpang tindih dengan PP Nomor 1 Tahun 2012, PMK tersebut juga dibuat agar pemungutan pajak pada jasa perhotelan tidak tumpang tindih. Pasalnya, jasa perhotelan selama ini termasuk objek pajak pembangunan yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Ditjen Pajak tidak memungkiri selama ini terdapat kesalahpaham mengenai pemungutan jasa perhotelan. Oleh karena itu, dengan adanya PMK tersebut, Ditjen Pajak berharap agar permasalahan pemungutan pajak yang tumpang tindih dapat terhindarkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News