Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat internasional, Standard and Poor's (S&P) menaikkan outlook Indonesia menjadi stabil dari sebelumnya negatif dan mempertahankan peringkat utang Indonesia pada level BBB (investment grade) pada Kamis (27/4).
Sebelumnya, S&P mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook negatif pada 22 April 2021.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, kenaikan outlook rating Indonesia dari negatif menjadi stabil oleh S&P didorong oleh beberapa faktor. Faktor utamanya adalah kenaikan harga komoditas yang mendukung kondisi keseimbangan eksternal Indonesia. Hal ini terefleksi oleh transaksi berjalan Indonesia yang tercatat surplus pada kuartal III-2021 dan kuartal IV-2021.
Baca Juga: S&P Naikkan Outlook Indonesia Jadi Stabil, Kepercayaan Investor Akan Meningkat
Selain dari sisi external yang seimbang, S&P juga mempertimbangkan peningkatan aktivitas ekonomi Indonesia dan juga penerapan konsolidasi fiskal oleh pemerintah sebagai bagian dari exit strategy pasca pandemic Covid-19.
“Defisit APBN yang cenderung mengecil, mengindikasikan pengelolaan keuangan negara sangat pruden dan bahkan dalam pagu indikatif APBN 2023, defisit fiskal diperkirakan akan kembali ke kondisi normal yakni 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” tutur Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (29/4).
Hal tersebut juga, lanjutnya, berimplikasi bahwa kondisi utang pemerintahpun cenderung menurun yang selanjutnya menunjukkan keberlanjutan utang yang terus membaik. Josua juga menilai, perubahan outlook ini akan mampu mendukung stabilitas Rupiah dan pergerakan yield di pasar keuangan.
Baca Juga: S&P Global Ratings Merevisi Outlook RI Menjadi Stabil, Ini Respons Kemenkeu
Akan tetapi, seiring dengan masih terafirmasinya peringkat rating Indonesia, dampak kenaikan outlook rating terhadap Rupiah dan obligasi cenderung bersifat jangka pendek.Ke depannya, menurutnya, jika kondisi utang Indonesia semakin membaik, bisa jadi outlook tersebut akan berubah positif, dan kemudian bisa mendorong kenaikan rating Indonesia secara umum.
“Salah satu faktor yang menjadi risiko ke depannya adalah pemulihan ekonomi, yang berpotensi tidak secepat negara berkembang lainnya, yang kemudian berdampak pada kenaikan utang Indonesia,” imbuh Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News