Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Dupla Kartini
NUSA DUA. Kondisi pasar global yang tak bisa diraba arahnya membuat pemerintah Indonesia bergegas untuk menerbitkan surat utang global atau global bond. Pada Kamis (8/12) pemerintah telah menjual US$ 3,5 miliar.
"Sebab bagaimana kebijakan Presiden Terpilih Donald Trump tidak bisa kami hitung," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan. Apalagi Desember ini ada kemungkinan jika bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuannya. Meski dalam kondisi ketidakpastian, pemerintah ternyata berhasil mendapat yield dan kupon yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
Hal tersebut terbukti dari hasil penerbitan global bond yang diterbitkan pemerintah hanya memberi yield 3,75% hingga 5,3%. Padahal pada tahun lalu penerbitan global bond pemerintah mematok yield sebesar 4,8%-6%. "Ini membuktikan bahwa investor tetap membutuhkan instrumen investasi seperti dari global bond Indonesia," kata Robert.
Tak hanya itu kupon obligasi global pemerintah ini lebih rendah yakni tenor 10 tahun memberi kupon 4,35% di tahun ini. Padahal pada tahun 2016 memberikan bunga mencapai 4,8%. Begitu juga bunga global bond pada tenor 30 tahun yang memberi bunga 5,95% di 2016 dan 6% di 2017.
Robert pun mengatakan, pemerintah penuh perhitungan saat menerbitkan surat utang dalam bentuk dollar AS ini. Salah satunya adalah menerbitkan surat utang seri pendek yakni lima tahun. Seri ini memberi bunga 3,7%. Pada tahun sebelumnya pemerintah hanya menerbitkan obligasi global dengan dua seri yakni 10 tahun dan 30 tahun.
Penerbitan tenor pendek ini mampu mendapat perhatian cukup banyak dari investor asing seperti dari Amerika Serikat yang memegang obligasi sebanyak 48% dari total penerbitan seri lima tahun sebesar US$ 750 juta. Investor lain dari Eropa dan Asia masing-masing memegang porsi sebesar 27% serta 22% untuk surat utang tenor lima tahun.
Minat yang cukup besar dari investor juga nampak dari jumlah pemesanan alias order book dari investor cukup besar. "Pada Kamis kami mendapatkan pemesanan sebesar US$ 13,1 miliar padahal pada tahun 2015 hanya mendapat pemesanan sebanyak US$ 8,1 miliar," papar Robert. Ini artinya pemerintah pada tahun 2016 mendapat kelebihan permintaan sebanyak 3,4 kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News