kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.914   16,00   0,10%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Inflasi dan Pelemahan Rupiah Jadi Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan


Kamis, 01 September 2022 / 09:27 WIB
Inflasi dan Pelemahan Rupiah Jadi Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan
ILUSTRASI. Aktifitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Indonesia, Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/8/2022). Inflasi dan Pelemahan Rupiah Jadi Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan.


Reporter: Dendi Siswanto, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah memprediksi laju inflasi tahun depan lebih tinggi. Tak hanya soal sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tingginya inflasi tahun depan juga disulut oleh melemahnya nilai tukar rupiah.

Dalam rapat kerja (raker) Rabu (31/8) kemarin, pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati asumsi inflasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 sebesar 3,6%. Angka ini lebih tinggi dari usulan pemerintah dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2023 yang sebesar 3,3%.

Tak hanya itu, asumsi rerata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat disepakati Rp 14.800 per dollar Amerika Serikat (AS). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan Nota Keuangan dan RAPBN 2023 sebesar Rp 14.750 per dollar AS.

Meski meningkat, inflasi 2023 prediksi lebih rendah ketimbang outlook inflasi 2022 yang ada di kisaran 4%-4,8%.

Baca Juga: Tekan Inflasi, Bank of Korea Kembali Kerek Suku Bunga Jadi 2,5%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis, adanya perbaikan dari sisi suplai pada tahun depan. Terlebih, negara maju juga telah mengambil langkah pengetatan kebijakan moneter secara agresif untuk meredam tingginya inflasi.

Perbaikan sisi suplai lanjut Menkeu, akan membuat tekanan dari harga komoditas baik pangan maupun energi pada 2023 diprediksi mereda.

Menkeu juga melihat, meningkatnya permintaan masih akan mempengaruhi inflasi tahun depan, terutama dari sisi komponen inti.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meramal, inflasi tahun ini bisa menembus 5%. Inilah yang menjadi dasar keputusan peningkatan suku bunga acuan alias BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) dari 3,5% menjadi 3,75% pada Agustus 2022.

Sementara itu, pihaknya melihat inflasi tahun depan bisa melebihi angka 4%. "Nanti akan sangat dipengaruhi bagaimana kebijakan fiskal berkaitan dengan penyediaan subsidi untuk berbagai hal," tandas Perry.

Baca Juga: BI Perkirakan IHK ke Depan Akan Meningkat Didorong Tingginya Harga Energi Global

Yang jelas, pihaknya akan terus melakukan koordinasi untuk menjaga suplai pangan, termasuk melalui pengendalian inflasi pangan di berbagai daerah. BI bersama pemerintah bahkan ingin menekan inflasi pangan ke kisaran 5% hingga 6% dari yang saat ini mencapai 11%.

Perbaikan distribusi

Sementara dari sisi nilai tukar rupiah, Perry meramal mata uang Garuda pada tahun depan bisa menembus level Rp 15.000 per dollar AS sejalan dengan kondisi global yang masih penuh ketidakpastian.

"Tahun 2023, nilai tukar rupiah kami perkirakan Rp 14.800 hingga Rp 15.200 per dollar AS, karena memang kondisi global yang memang tidak terduga," kata Perry.

Sebab itu, pihaknya akan terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS baik pengendalian inflasi maupun menjaga stabilitas makro ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: IHSG Dibuka Menguat, Simak Saham-saham Pilihan Ajaib Sekuritas untuk Rabu (24/8)

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara berharap asumsi inflasi salah satu indikator asumsi ekonomi makro yang sudah disepakati dapat tercapai.

"Bukan hanya angka yang kemudian tidak sampai tidak masalah, melebihi juga tidak masalah. Jadi apa yang sudah kita sepakati bisa dipertanggung jawabkan kepada masyarakat, katanya.

Amir bilang, penyumbang inflasi terbesar di daerah ternyata bersumber dari komoditas cabai, rokok kretek, ikan tongkol, bawang merah, dan angkutan udara. Untuk mengendalikan harga komoditas pangan di daerah, bisa dilakukan dengan menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan.

"Sebenarnya bawang merah dan cabai merah ini produksinya ada, namun tinggal bagaimana distribusinya, agar tidak terjadi kelangkaan di daerah tertentu," kata Amir, kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×