kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Indonesia terus melobi AS demi bea masuk 0%


Senin, 06 Agustus 2018 / 09:23 WIB
Indonesia terus melobi AS demi bea masuk 0%


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah isu perang dagang dan evaluasi Generalized System of Preference (GSP) oleh Amerika Serikat, Pemerintah Indonesia terus melobi negeri adidaya itu untuk melonggarkan kebijakan perdagangannya.

Hal itu terlihat dari hasil pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Minggu (5/8). Dalam pertemuan itu kedua negara sepakat untuk memperkuat kerjasama strategis atau strategic partnership yang telah dijalin sejak tahun 2015 lalu.

Menteri Perdangaan Indonesia Enggartiasto Lukita mengatakan, dengan penguatan kerjasama strategis tersebut, ditargetkan nilai perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat (As) dapat mencapai US$ 50 miliar. "Saat ini nilai perdagangan Indonesia-AS hanya sebesar US$ 28 miliar," ungkapnya saat ditemui usai pertemuan di Kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (5/8).

Untuk penguatan kerjasama itu, Enggar bilang, pihaknya saat ini tengah menyusun peta jalan atau roadmap-nya. Dia berharap, target nilai perdagangan hingga mencapai US$ 50 miliar bisa terjadi dalam dua atau tiga tahun ke depan. Oleh karena itu, Enggar berharap AS tidak mencabut fasilitas GSP terhadap Indonesia.

GSP merupakan kebijakan AS berupa pembebasan tarif bea masuk (0%) terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang. Dikabarkan Pemerintah AS sedang melakukan evaluasi terhadap 124 produk barang dari Indonesia yang selama ini menerima fasilitas GSP. Jika kemudian fasilitas GSP dicabut, barang ekspor Indonesia ke AS akan terkena bea masuk sehingga akan menurunkan daya saingnya.

Peluang Indonesia

Terkait evaluasi GSP, Enggar mengaku tidak langsung meminta kepada AS untuk tetap memberikan fasilitas. Dia bilang, Pemerintah RI menunjukkan kepada AS bahwa peluang kerjasama ekonomi kedua negara sangat besar. "Kita tunjukkan pada mereka, karena mereka juga concern dengan trade deficit. Defisit mereka lebih dari US$ 700 miliar," kata Enggar.

Apalagi, menurut Enggar, GSP menguntungkan kedua belah pihak dan didukung pihak swasta kedua negara. "Saya bilang it's up to you (terserah kalian), kalau kita sepakat mau naik (nilai perdagangan), GSP itu akan sangat membantu," lanjut Enggar.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan, kerjasama akan saling menguntungkan. Sebab, jika dilihat dari jenis barang yang diperdagangkan sifatnya tidak saling berkompetisi satu sama lain. Karena itu Indonesia-AS akan lebih mudah meningkatkan kerjasama perdagangan.

Oleh karena itu, menurut retno, soal GSP juga diutarakan Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan Pompeo. "Kalau kita lihat dari barang yang ada di GSP, 53% terkait produk yang diekspor AS, terkait proses produksi yang diperlukan," tambah Retno.

Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani menjelaskan, meski sampai saat ini belum ada keputusan terkait GSP, tapi kunjungan Menlu Pompeo memberikan peluang untuk tetap mendapatkan fasilitas GSP. "Yang penting, Indonesia serius mempermudah akses pasar untuk produk jasa dan investasi AS," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×