Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia menegaskan posisinya sebagai pemimpin global dalam aksi iklim dan restorasi ekosistem gambut tropis. Pada ajang AsiaFlux Conference 2025, forum ilmiah bergengsi yang mempertemukan ilmuwan, pembuat kebijakan, dan praktisi lingkungan dari 29 negara, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memamerkan capaian konkret dan inovasi sains yang menjadikan Indonesia pusat pembelajaran restorasi gambut di Asia.
“Restorasi gambut bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan fondasi ketahanan iklim nasional,” ujar Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10).
Dia bilang, keberhasilan restorasi lahir ketika ilmu pengetahuan berpadu dengan kearifan lokal—ketika masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tetapi pengelola ekosistemnya.
Selama satu dekade terakhir, Indonesia telah merehabilitasi lebih dari 24,6 juta hektare lahan, termasuk 4,16 juta hektare ekosistem gambut yang dibasahi kembali. Pemerintah juga telah membangun 45 ribu sekat kanal dan menanam kembali berbagai spesies asli seperti jelutung, ramin, dan balangeran.
Baca Juga: Kementerian LH Dorong Pemulihan Ekosistem Gambut dan Mangrove Lewat Pentahelix
KLH/BPLH memperkuat fondasi ilmiah restorasi melalui pendekatan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan layanan digital Sistem Informasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (SiPPEG) yang memantau kondisi gambut secara real-time. Pendekatan berbasis data ini berpadu dengan kearifan lokal, menciptakan tata kelola adaptif yang selaras dengan kondisi sosial dan ekologi di lapangan.
Lebih dari sekadar proyek lingkungan, restorasi gambut kini menjadi gerakan kolaboratif nasional. Melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), sebanyak 1.100 desa telah menjadi pengelola aktif ekosistemnya. Perempuan dan pemuda berperan penting sebagai motor ekonomi hijau, mengembangkan usaha madu kelulut, kerajinan serat alam, dan ekowisata berkelanjutan.
Langkah ini sejalan dengan arah RPJMN 2025–2029 dan target FOLU Net Sink 2030, menjadikan restorasi gambut sebagai pilar utama penguatan ketahanan iklim, sosial, dan ekonomi Indonesia. Pendekatan ilmiah yang dikembangkan KLH/BPLH membuktikan bahwa pemulihan alam dapat menjadi investasi strategis menuju pembangunan rendah karbon.
Ketua Komite Penyelenggara AsiaFlux Conference 2025, Chandra S. Desmukh, menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mendorong pengelolaan lahan berkelanjutan. Menurut dia, AsiaFlux bukan hanya tentang menara pemantau flux, tetapi tentang kolaborasi orang-orang di baliknya, mulai dari ilmuwan, pembuat kebijakan, serta masyarakat.
Baca Juga: Menteri Lingkungan Hidup Dorong Sampah Jadi Energi Bersih
Tahun ini, Komite Penyelenggara AsiaFlux Conference 2025 menyambut lebih dari 300 peserta dari 29 negara, mewakili universitas, lembaga riset, pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil.
"Kolaborasi lintas sektor ini menjadi wujud nyata komitmen bersama dalam mendorong pengelolaan lahan berkelanjutan serta mendukung target FOLU Net Sink 2030 Indonesia dan tujuan iklim global,” ujar Chandra.
Selanjutnya: Ribuan Eks Karyawan Sritex Diterima Bekerja Lagi, Disnaker: Umur 35 Tahun Tak Masalah
Menarik Dibaca: Apakah Kurma Bagus untuk Diet Tubuh? Cari Tahu Jawabannya di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News