kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia bisa jadi importir BBM terbesar di 2018


Kamis, 26 September 2013 / 15:54 WIB
Indonesia bisa jadi importir BBM terbesar di 2018
ILUSTRASI. Pialang memonitor layar perdagangan saham di Jakarta, Senin (6/9/2021). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Impor minyak dan gas bumi (migas) menjadi momok menakutkan bagi pemerintah saat ini. Jika impor migas tidak diredam, Indonesia bisa menjadi importir bahan bakar minyak (BBM) terbesar pada tahun 2018 mendatang.

Karena impor migas membengkak, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit tertinggi sepanjang masa, yakni US$ 2,31 miliar pada Juli 2013. Di tujuh bulan pertama 2013, defisit perdagangan sudah mencapai US$ 5,56 miliar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2013, impor migas mencapai US$ 4,14 miliar atau naik 17,17% dibanding Juni 2013 sebesar US$ 3,53 miliar.

Dari Januari-Juli 2013, secara total impor migas mencapai US$ 26,24 miliar, tumbuh 8,46% dibanding periode yang sama tahun 2012 lalu sebesar US$ 24,2 miliar.

Ini pula yang menyebabkan defisit current account atawa transaksi berjalan membengkak menjadi 4,4% dari PDB Indonesia atau sebesar US$ 9,8 miliar pada triwulan II 2013.

Dengan kondisi seperti ini, ditambah adanya penjualan mobil yang pesat, tidak heran apabila Indonesia diprediksi akan menjadi importir BBM terbesar dunia pada lima tahun mendatang.

"Mengalahkan Amerika Serikat," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, Kamis (26/9).

Terlebih, hadirnya mobil LCGC alias mobil murah ramah lingkungan menjadi pemicu semakin membengkaknya konsumsi BBM.

Pemerintah bilang, mobil LCGC akan menggunakan BBM non subsidi. Namun, hingga kini belum ada regulasi yang mengatur masalah itu.

Oleh karena itu, terang Sasmito, mau tidak mau Indonesia harus meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) biodiesel.

Seperti kita ketahui, saat ini pemerintah telah menetapkan penerapan pencampuran biodiesel 10% ke dalam BBM jenis solar. Proses tender pun telah dilakukan pada 16 September 2013 kemarin.

Ke depannya, biodiesel harus bisa dioptimalkan sehingga dapat menjadi pengganti solar secara penuh. "Itu kita harus antisipasi ke sana," tandas Sasmito.

Informasi saja, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik pernah menjelaskan ingin meningkatkan penggunaan biodiesel menjadi 20% apabila mandatori 10% biodiesel berjalan lancar.

Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasentyantoko menilai, masalah ini adalah isu besar yang sedang mendera kita saat ini. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang tumbuh di atas 5% setiap tahunnya serta pergerakan industri yang meningkat, otomatis kebutuhan akan minyak terus tinggi.

Maka dari itu, untuk jangka panjang pemerintah harus mengimplementasikan energi alternatif segera. Karena ini akan berkembang menjadi masalah yang semakin kompleks.

"Desain (energi alternatif) sudah ada. Tinggal implementasinya," tukas Prasentyantoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×