Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor manufaktur Indonesia kehilangan momentum pertumbuhan di Juni 2018 di tengah lebih lambatnya peningkatan output atau produksi industri, serta lambatnya pesanan baru dari konsumen. Aktivitas tersebut, tercermin dari purchasing managers index (PMI) yang telah dirilis oleh Nikkei dan Markit.
Pada Juni 2018 ini, indeks PMI Indonesia tercatat ada di level 50,3, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang ada di level 51,7. Memang, manufaktur Tanah Air masih ekspansif, tapi kondisi Juni merupakan level terlemah dalam lima bulan terakhir yang dalam periode penguatan.
Adapun indeks PMI yang tercatat di atas level 50, menunjukkan adanya ekspansi pada industri di suatu negara. Sebaliknya, jika indeks tercatat di bawah 50 maka terjadi kontraksi pada industri secara umum.
Pelambatan ekspansi manufaktur di Indonesia sejalan dengan kondisi global. Berdasarkan data JP Morgan dan IHS Markit, Indeks PMI global bulan Juni ada di level 53, turun dari bulan sebelumnya yang masih di level 53,1 karena perlambatan barang-barang investasi dan konsumsi.
Berdasarkan data Nikkei, meski output manufaktur Indonesia naik, tingkat ekspansi pada bulan Juni tercatat menjadi yang terlemah sejak Maret 2018. Seperti halnya dengan output, tingkat ekspansi dalam pesanan baru, hanya sedikit. Sementara itu, bisnis ekspor baru menurun tujuh bulan berturut-turut.
Meskipun produsen mengharapkan output meningkat di tahun mendatang, kepercayaan bisnis turun ke level terendah sejak Oktober 2012. Perusahaan juga melihat adanya pelemahan dari tekanan inflasi yang menandakan kemampuan daya beli dan permintaan dari konsumen.
Aashna Dodhia, Ekonom IHS Markit mengatakan, kenaikan suku bunga baru-baru ini oleh Bank Indonesia (BI) dalam rangka stabilisasi kurs rupiah, telah menghambat konsumsi. "Ini menunjukkan akan menjadi tantangan bagi pembuat kebijakan untuk memastikan stabilitas keuangan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi selama beberapa bulan mendatang," kata Aashna sebagaimana dikutip dari laporan Nikkei dan Markit, Selasa (3/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News