Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transparency International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020. Dari penelitian tersebut Indonesia mengalami penurunan poin dari tahun 2019. IPK tahun 2020 Indonesia mengantongi 37 poin atau turun tiga poin dari 2019.
Dari poin tersebut artinya Indonesia juga mengalami penurunan peringkat dari sebelumnya ada di ranking 85 ke melorot ke ranking 102.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menyebut bahwa, Ia sudah menduga akan ada penurunan persepsi tersebut. Mahfud menerangkan persepsi sebagai pandangan publik mengalami penurunan dimungkinkan lantaran dua faktor yang terjadi pada 2020 lalu.
Baca Juga: Indeks persepsi korupsi Indonesia turun tiga poin, kini ada diurutan 102 di global
"Saya tidak membantah itu sebagai persepsi artinya itu sudah bisa dilakukan dengan metodologi yang bagus dengan 9 komponen atau unit analisis yang kemudian diolah dengan metodologi sedemikian rupa sehingga menghasilkan hal yang seperti tadi bahwa kita turun 3 poin," kata Mahfud saat Diskusi Virtual TII pada Kamis (27/1).
Faktor pertama yang diduga menjadi penyebab merosotnya indeks persepsi korupsi di Indonesia ialah kontroversi revisi UU KPK pada tahun lalu. Dimana secara umum Mahfud mengatakan, revisi tersebut dianggap sebagai sebuah produk hukum yang akan melemahkan pemberantasan korupsi, dimana akan bisa menimbulkan persepsi apapun.
Polemik yang ada dinilai akan mempengaruhi persepsi dari publik. Mahfud menambahkan, hal tersebut terlepas dari data apa yang sudah dilakukan dan berapa uang yang sudah diselamatkan setelah revisi.
"Tetapi saya sudah menduga bahwa ini akan menimbulkan persepsi buruk di dunia internasional, dunia hukum mengenai pemberantasan korupsi," kata Mahfud.
Baca Juga: Duh, kerugian korupsi Asabri capai Rp 22 triliun, lebih besar dari kasus Jiwasraya
Kedua Mahfud sudah menduga akan ada penurunan IPK melihat dari adanya potongan hukuman kepada koruptor oleh Mahkamah Agung. Tindakan korting hukuman juga dinilai bisa jadi salah satu turunnya persepsi publik.
"Di tahun 2020 marak sekali korting hukuman, pembebasan oleh Mahkamah Agung atau pengurangan hukuman oleh Mahkamah Agung. Karena ada orang-orang divonis oleh pengadilan di bawahnya bahkan di Mahkamah Agung sendiri pada tingkat kasasi sebagai sebuah korupsi kalau tidak bebas di kasasi ya kadangkala dikurangi dan sebagainya saya sudah menduga ini akan terjadi sesuatu," ujarnya.
Padahal Mahfud menceritakan Indonesia sejak tahun 1998/1999 hingga 2019 terus mengalami kenaikan IPK setiap tahunnya. Tahun 2020 lalu disebut menjadi penurunan IPK terparah yang diperoleh Indonesia.
"Di tahun 2019 kita pernah memiliki ambisi mudah-mudahan di tahun 2019 sampai 50 poin tapi ternyata sampai 40 kita sudah gembira, karena rata-rata naik terus setiap tahun kalau nggak salah 1,0 sekian setiap tahunnya. Memang pernah turun atau pernah stagnan tapi kejatuhan terparah sekarang turun 3," ungkapnya.
Baca Juga: Sah jadi Kapolri, ini PR dari DPR untuk Listyo Sigit Prabowo
Berdasarkan pada hasil IPK tahun 2020 tersebut Mahfud menyebut, pihaknya akan menggunakan rekomendasi yang diberikan kepada TII terkait IPK Indonesia yang mengalami penurunan dari 40 poin ke 37 poin.
"Rekomendasi ini tentu saya bawa karena ini memperkuat apa yang sudah kami rancang semua. Tapi memang pada tingkat implementasi sulit menghindari kebocoran-kebocoran karena kadangkala kan koruptor itu ada dimana-mana dan bahkan punya program juga yang tidak kalah canggihnya dengan apa yang kita pikirkan Kita rancang dan sebagainya," ungkapnya.
Namun Mahfud berharap dengan adanya tindakan tegas dengan tertangkapnya dua Menteri Kabinet Indonesia Maju pada akhir tahun lalu dapat kembali meningkatkan persepsi IPK di tahun ini. Diketahui data yang digunakan dalam perhitungan IPK tersebut diperoleh sampai Oktober 2020.
Selanjutnya: KPK dalami aliran uang ke pihak-pihak di Setneg atas kasus korupsi PTDI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News