Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan pembiayaan bunga utang pemerintah meningkat menjadi Rp 275,9 triliun. Padahal, dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018, pembiayaan bunga utang sebesar Rp 238,61 triliun.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan bunga utang adalah dengan menekan utang baru. Pasalnya, kenaikan bunga utang ini disebabkan oleh kenaikan utang pemerintah.
"Seiring naiknya utang pemerintah menjadi Rp 4.416 per September 2018, beban bunga yang harus dibayar otomatis naik," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (21/10).
Hingga September 2018, total utang pemerintah pun tercatat sebesar Rp 4.416,37 triliun, sementara total utang pemerintah di tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp 3.866,45 triliun.
Kenaikan bunga utang juga disebabkan oleh adanya selisih kurs pembayaran bunga utang luar negeri. Menurut Bhima, pemerintah perlu mencadangkan lebih karena asumsi rupiah tahun depan sebesar Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat.
Alasan lainnya kenaikan bunga Fed Rate turun menekan bunga utang SBN . Menurut Bhima ini bisa dilihat dari yield SBN 10 tahun yang mencapai 8,8%, yang menunjukkan tren meningkat setiap tahun.
"Tanpa menaikkan bunga di tahun berjalan, nampaknya pemerintah sulit menjual utang baru," jelas Bhima.
Selain menekan utang baru, Bhima pun berpendapat pemerintah dapat melakukan interest rate swap untuk menekan tingginya bunga. Dia menjelaskan, bila pemerintah terpaksa berutang, harus ada keseimbangan antara surat utang dengan pinjaman atau loan, yang bunganya lebih rendah.
"Saat ini sekitar 81% utang berbentuk surat utang dengan bunga pasar. Hanya 19% yang bentuknya pinjaman multilateral atau bilateral. Posisi surat utang bisa mulai ditekan," terang Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News