Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai tingkat penyerapan belanja pemerintah pusat yang masih berada di kisaran 78%–79% hingga akhir November 2025 sulit dipandang sebagai sekadar persoalan teknis atau administratif.
Perlu diketahui, realisasi belanja pemerintah pusat hingga akhir November 2025 mencapai Rp 2.116,2 triliun. Angka tersebut setara 79,5% dari target outlook Laporan Semester (Lapsem) 2025 dan baru 78,33% dibandingkan pagu awal APBN 2025.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, tingkat penyerapan belanja pemerintah pusat tahun ini masih lebih rendah. Pada akhir November 2024, realisasi belanja pemerintah pusat telah mencapai 85,1% dari pagu APBN 2024.
Baca Juga: Viral Masalah Sampah di Tangsel, Ini Respon Menteri PU
Menurut Rizal, pola belanja pemerintah pusat saat ini mengindikasikan adanya kehati-hatian fiskal yang cenderung berlebihan (over-prudence), terutama ketika pemerintah menjaga target defisit secara ketat di kisaran 2,78% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dalam kondisi ekonomi yang masih membutuhkan dukungan permintaan agregat, pengaturan aliran belanja yang terlalu defensif justru berisiko menurunkan efektivitas kebijakan fiskal.
“Alih-alih berfungsi sebagai instrumen counter-cyclical, belanja pemerintah terlihat lebih diarahkan untuk menjaga angka defisit secara nominal, bahkan jika konsekuensinya adalah melemahnya daya dorong fiskal terhadap pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Rizal kepada Kontan, Kamis (18/12/2025).
Ia menilai kondisi tersebut mencerminkan pergeseran orientasi kebijakan, dari fiscal policy yang mendukung pertumbuhan (growth-supporting fiscal policy) menuju pengelolaan fiskal yang berfokus pada target defisit (deficit-targeting fiscal management).
Secara makro, orientasi ini dinilai kurang ideal di tengah fase ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan masih menghadapi berbagai tekanan struktural.
Terkait proyeksi penyerapan belanja pada sisa satu bulan terakhir tahun anggaran, Rizal memperkirakan hampir pasti akan terjadi akselerasi. Namun, akselerasi tersebut dinilai sangat terbatas dan cenderung bersifat kosmetik.
Lonjakan realisasi belanja pada Desember, menurutnya, lebih banyak didorong oleh penyelesaian administrasi, penumpukan pencairan belanja barang, serta realisasi bantuan sosial. Sementara itu, belanja produktif yang berdampak langsung terhadap peningkatan kapasitas ekonomi relatif terbatas.
"Dengan kata lain, meskipun persentase penyerapan dapat naik mendekati 90%, kualitas belanja tetap menjadi persoalan utama," tegas Rizal
Ketergantungan pada pola end-year spending atau belanja akhir tahun justru menegaskan masih lemahnya perencanaan serta rigiditas birokrasi belanja. Akibatnya, kebijakan fiskal kehilangan momentum untuk berperan lebih kuat sepanjang tahun.
Secara keseluruhan, Rizal menilai kebijakan fiskal 2025 relatif stabil secara akuntansi, namun kurang agresif dan kurang efektif dalam merespons tantangan perlambatan ekonomi serta kebutuhan stimulus yang lebih terarah.
Baca Juga: Wamenkeu: Belanja Pusat dan Daerah Tak Mudah Dikebut pada Akhir Tahun 2025
Selanjutnya: BBRI hingga ADRO Bagikan Dividen Interim, Saham Mana yang Menarik?
Menarik Dibaca: 5 Warna Cat Rumah yang Membawa Aura Positif, Cocok untuk Sambut Tahun Baru!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













