kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indef: Ada dua hal yang bikin utang Indonesia semakin besar


Kamis, 13 Agustus 2020 / 22:22 WIB
Indef: Ada dua hal yang bikin utang Indonesia semakin besar
ILUSTRASI. Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar Rp 5.796 triliun pada akhir kuartal I 2020.


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar Rp 5.796 triliun pada akhir kuartal I 2020. Adapun menurut lembaga pemeringkat utang internasional Fitch Ratings, negara Indonesia dinilai semakin bergantung dengan pembiayaan eksternal tapi dengan penerimaan dalam negeri yang rendah. 

Selain itu, Indonesia juga turut dinilai memiliki tata kelola yang lemah dan produk domestik bruto (PDB) per kapita yang masih tertingg dibandingkan negara lainnya. Peneliti senior Indef Faisal Basri menjelaskan, pada situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, tidak ada pilihan bagi negara-negata termasuk di Indonesia selain berutang. Sebab untuk menutup defisit saat ini memang hanya dengan utang. 

Baca Juga: Ini aturan beasiswa LPDP, salah satunya wajib kembali ke Indonesia

Hanya saja, Faisal mempertanyakan mengapa sebelum adanya pandemi Covid-19 selama lima tahun terakhir utang Indonesia relatif terus meningkat. Menurut dia ada beberapa hal yang membuat peningkatan utang Indonesia semakin besar.

Pertama adanya penurunan tax ratio selama lima tahun terakhir. “Pemerintah maunya banyak tapi kemampuan menarik pendapatan sendiri dari tax ratio itu turun terus. Bahkan mencapai titik terendah dalam 50 tahun terakhir. Sehingga terpaksa porsi utang semakin banyak,” jelas Faisal dalam konferensi daring, Kamis (13/8). 

Kedua adalah kalau melihat pada masa orde baru, hubungan antara utang dan pertumbuhan itu clear. Sebab seluru utang ke luar negeri digunakan untuk investasi. Sedangkan, di era pasca reformasi, rumusnya adalah pengeluaran dikurangi penerimaan dan defisitnya ditutup oleh utang. 

“Sehingga untuk apa saja pembagiannya tidak jelas. Sehingga menariknya lagi, kok utang naik pertumbuhan ekonomi turun? Berarti ada masalah yang harus ditelaah penggunaan utangnya efektif atau tidak,” tambah Faisal. 

Baca Juga: Seri baru FR0086 dan FR0087 mendongkrak permintaan lelang SUN pada Selasa (11/8)

Faisal menambahkan, apabila dilihat dari magnitude, utang Indonesia per Produk Domestik Bruto (PDB) masih jauh terkendali alias masih jauh dari 60%. Namun juga ada beban bunga yang cukup tinggi. Menurut dia, jika dibandingkan dengan Singapura, beban utangnya adalah nol sekian persen, sedangkan Indonesia sudah hampir mendekati 20%. 

“Oleh karena itulah pemerintah sebenarnya sudah mulai kewalahan, sehingga berbagi beban kan? Artinya utangnya sudah kebanyakan sebetulnya,” tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×