kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Imbal hasil obligasi pemerintah masih atraktif


Rabu, 04 Maret 2020 / 07:30 WIB
Imbal hasil obligasi pemerintah masih atraktif


Reporter: Adinda Ade Mustami, Bidara Pink, Grace Olivia | Editor: Adinda Ade Mustami

KONTAN.CO.ID - Pemerintah punya beberapa opsi pembiayaan untuk menambal defisit anggaran yang tahun ini diperkirakan bakal melebar. Utamanya, memperbesar porsi penerbitan surat berharga negara (SBN). Meski demikian, pemerintah harus tetap  waspada, terutama terkait timing penerbitan SBN.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pemerintah mematok defisit anggaran sebesar 1,76% dari produk domestik bruto (PDB). Pelebaran defisit terjadi sebagai akibat dari perlambatan ekonomi global dan domestik, disertai kebijakan fiskal countercyclical untuk mendorong pertumbuhan.

Sayangnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani belum memperinci besaran pelebaran defisit tersebut. Baca Juga: Virus Korona Bikin Defisit Kian Melebar, Prediksi Fitch ke 2,5% dari PDB

Secara historis, pelebaran defisit anggaran terjadi hampir di setiap tahun. Biasanya, pemerintah memilih untuk memperbesar porsi SBN untuk menambal pelebaran defisit ketimbang memperbesar pinjaman. Namun, kondisi pasar saat ini sangat fluktuatif sehingga mendorong kenaikan tingkat imbal hasil (yield). 

Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, penambahan porsi penerbitan SBN untuk menutup pelebaran defisit tersebut, masih lebih menguntungkan dibanding memperbesar pinjaman. Terlebih, ada sejumlah faktor yang membuat SBN Indonesia masih diminati investor.

Baca Juga: Ekonom: Pelebaran defisit anggaran wajar, tapi perlu desain yang terarah

Pertama, permintaan terhadap obligasi pemerintah masih baik. Dalam lelang surat utang negara (SUN) terakhir, pada 18 Februari lalu, penawaran yang masuk mencapai Rp 127,12 triliun dengan nilai yang diserap pemerintah hanya Rp 18,5 triliun. 

Kedua, yield obligasi berpotensi turun. Ini sejalan dengan penurunan bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan potensi penurunan bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) sebagai stimulus terkait dampak korona.

"Pasar memperkirkan potensi penurunan suku bunga The Fed sebesar 25-50 basis points (bps). Makanya yield obligasi global kita masih atraktif," kata Josua kepada KONTAN, Selasa (3/3).

Ketiga, adanya penurunan peringkat utang India yang membuat modal asing mengalir ke Indonesia. Keempat, fundamental ekonomi Indonesia yang masih baik.

Yang jelas, "Pemerintah perlu lebih prudent. Timing sangat penting," tandas Josua.

Namun, pemerintah belum memutuskan apakah tambahan defisit anggaran bakal ditutup lewat penambahan porsi penerbitan SBN atau pinjaman. "Nanti akan kami tentukan dengan kondisi yang cocok," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu Luky Alfirman, Selasa (3/3). 

Menurut Luky, dalam menerbitkan SBN, khususnya dalam denominasi valas, pemerintah akan melihat  kondisi pasar. "Kalau sangat volatil kami harus hati-hati," tambahnya. Luky memastikan bahwa dalam mengelola pembiayaan, pihaknya juga memerhatikan manajemen kas selain kondisi market.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×