Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hendri Saparini, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) menyampaikan, ketidaksetujuannya perihal rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok.
Alasannya banyak kajian yang menyatakan bahwa PPN akan menyebabkan kesenjangan yang melebar. Selain itu jika memang kebijakan baru PPN dikeluarkan untuk memenuhi kas negara yang sedang turun saat pandemi Covid-19 dinilai tidak tepat.
Jika memang untuk pemasukan, Hendri mengatakan seharusnya pemerintah lebih gencar mencari sumber-sumber pendapatan yang lain. Hendri justru menyarankan, jika memang ingin mengenakan pajak yang adil, tarif pajak yang didorong sebaiknya tarif Pajak Penghasilan (PPh).
“Dengan upaya yang lebih keras PPh dirasa akan lebih adil, karena ada batas kena pajaknya. Selain itu pajak progresif juga bisa dilakukan. Inilah yang mestinya di optimalkan,” kata Hendri dalam Diskusi Aktual mengenai Tarif PPN bersama Majlis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadyah, Kamis (24/6).
Baca Juga: World Bank sarankan tarif cukai hasil tembakau naik, ini respons Ditjen Bea Cukai
Selain itu, dukungan dari DPR dan masyarakat sipil juga sangat perlu untuk membuka data dari pembayar wajib pajak. Tujuannya untuk memperluas cakupan dan juga upaya ekstensifikasi dari pajak.
Hendri menegaskan kebijakan ini harus menjadi perhatian pemerintah, ahli maupun masyarakat dalam mendiskusikan kebijakan pajak.
Menurut Hendri, tidak heran jika wacana perubahan PPN akan menjadi diskusi panas di masyarakat. Karena jika membahas PPN, negara terdekat seperti Singapura dan Thailand PPN negara tersebut masih di bawah 10%.
Lebih lanjut, kata Hendri, pemerintah tidak boleh membandingkan PPN Indonesia dengan negara-negara yang sudah maju, terlebih jika isu kesenjangan di sana bukan lagi hal yang menjadi masalah utama.
“Kalau mau menerapkan PPN kasihan konsumen, jadi jangan kasih PPN biar nanti barangnya harganya tidak tinggi,” sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News