kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Hendri Saparini: Jika ingin pajak yang adil, sebaiknya dorong tarif PPh ketimbang PPN


Kamis, 24 Juni 2021 / 19:12 WIB
Hendri Saparini: Jika ingin pajak yang adil, sebaiknya dorong tarif PPh ketimbang PPN
ILUSTRASI. pengamat ekonomi ekonom econit Hendri Saparini


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hendri Saparini, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) menyampaikan, ketidaksetujuannya perihal rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok.

Alasannya banyak kajian yang menyatakan bahwa PPN akan menyebabkan kesenjangan yang melebar. Selain itu jika memang kebijakan baru PPN dikeluarkan untuk memenuhi kas negara yang sedang turun saat pandemi Covid-19 dinilai tidak tepat.

Jika memang untuk pemasukan, Hendri mengatakan seharusnya pemerintah lebih gencar mencari sumber-sumber pendapatan yang lain. Hendri justru menyarankan, jika memang ingin mengenakan pajak yang adil, tarif pajak yang didorong sebaiknya tarif Pajak Penghasilan (PPh).

“Dengan upaya yang lebih keras PPh dirasa akan lebih adil, karena ada batas kena pajaknya. Selain itu pajak progresif juga bisa dilakukan. Inilah yang mestinya di optimalkan,” kata Hendri dalam Diskusi Aktual mengenai Tarif PPN bersama Majlis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadyah, Kamis (24/6).

Baca Juga: World Bank sarankan tarif cukai hasil tembakau naik, ini respons Ditjen Bea Cukai

Selain itu, dukungan dari DPR dan masyarakat sipil juga sangat perlu untuk membuka data dari pembayar wajib pajak. Tujuannya untuk  memperluas cakupan dan juga  upaya ekstensifikasi dari pajak.

Hendri menegaskan kebijakan ini harus menjadi perhatian pemerintah, ahli maupun masyarakat  dalam mendiskusikan kebijakan pajak.

Menurut Hendri, tidak heran jika wacana perubahan PPN akan menjadi diskusi panas di masyarakat. Karena jika  membahas PPN, negara terdekat seperti Singapura dan Thailand PPN negara tersebut masih di bawah 10%.

Lebih lanjut, kata Hendri, pemerintah tidak boleh membandingkan PPN Indonesia dengan negara-negara yang sudah maju, terlebih jika isu kesenjangan di sana bukan lagi hal yang menjadi masalah utama.

“Kalau mau menerapkan PPN kasihan konsumen, jadi jangan kasih PPN biar nanti barangnya harganya tidak tinggi,” sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×