Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Meski harga minyak mentah dunia diperkirakan terus merangkak naik, pemerintah belum mempertimbangkan untuk mengerek harga bahan bakar minyak (BBM).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, harga minyak naik pada awal tahun memang menyebabkan harga premium dan solar yang ditetapkan pemerintah menjadi jauh di bawah harga keekonomiannya. Namun demikian, pemerintah tetap akan berpatok pada jumlah subsidi untuk energi pada APBN tahun ini.
"Fokus pemerintah adalah jaga momentum pertumbuhan ekonomi, tapi di saat yang sama ingin APBN tetap sehat. Jadi dalam hal ini, kami tetap berpatok pada jumlah subsidi energi yang sudah ditetapkan," ujar Sri Mulyani di kantornya, Senin (19/6).
Ia mencatat, perbedaan harga yang terjadi pernah cukup tinggi. Paling tinggi sekitar Rp 1.250 untuk premium, sementara solar Rp 5.150, "Harga aktual lebih besar dari yang ditetapkan pemerintah. UU APBN 2017 mengatakan premium subsidinya nol dan solar hanya Rp 500 per liter," paparnya.
Meski demikian, sampai hari ini, menurut pantauan Sri Mulyani, harga minyak ada kecenderungan menurun, yaitu mulai akhir Mei dan Juni, sehingga perbedaan harga keekonomian dan yang ditetapkan APBN tersebut semakin mengecil.
Meski begitu, soal subsidi energi, Sri Mulyani mengatakan, hal ini perlu dihitung kembal oleh Kemenkeu. Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM, beban alokasi subsidi dari pemerintah sudah pasti bertambah.
"Subsidi ada solar, listrik dan elpiji 3 kg. Semuanya akan kami hitung berdasarkan realisasi di laporan semester pertama," kata Sri Mulyani.
Ia mengatakan, perhitungan ini dilakukan lantaran pemerintah perlu menjaga defisit di bawah 3%. Defisit pada tahun ini ditargetkan sebesar 2,6 %. Menurutnya, permintaan belanja tahun ini cukup meningkat, namun di saat yang sama Kemenkeu perlu melihat penerimaan negara karena adanya perubahan asumsi makro juga bisa memberikan kontribusi.
"Jadi semua akan kami hitung untuk akomodasi belanja yang mendesak namun pada saat yang sama untuk kurangi beban subsidi sehingga tidak ganggu stabilitas APBN," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan, dalam menyusun APBN yang menjadi poin penting apabila perbedaan harga itu terjadi, maka yang menanggung adalah Pertamina. Sehingga jika kemudian Pertamina butuh suntikan dana, Kemenkeu akan bahas secara APBN untuk membantu cash flow dari Pertamina.
"Pertamina pernah nikmati harga premium yang lebih tinggi dari harga pasar, maka dia pernah surplus. Kalau sekarang defisit, maka Pertamina perlu manajemen dari sisi cash flow," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News