Reporter: Febrina Ratna Iskana, Juwita Aldiani, Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Lama ditunggu-tunggu, harga gas bagi kalangan industri sebentar lagi turun. Sejumlah industrialis pengguna gas tampak bersyukur dan sumringah, sekali pun penurunannya tak seberapa.
Titah penurunan harga gas industri tertuang dalam Peraturan Presiden No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas. Presiden Joko Widodo sudah meneken aturan tersebut pada awal Mei 2016. Meski diteken Mei ini, penurunan harga gas industri dihitung berlaku sejak Januari 2016. Artinya, industri pembeli gas berhak menagih selisih harga yang dibayarkan sepanjang periode tersebut.
Sayang, belum jelas berapa penurunannya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus menyusun dan menetapkan formula harga baru gas sesuai dengan Perpres No 40/2016.
Menteri ESDM Sudirman Said pun belum mengungkapkan ancar-ancarnya karena mengaku belum tahu detil isi perpres itu. "Saya akan baca dulu seperti apa isinya," kata Sudirman Said, kemarin.
Spekulasi yang beredar, harga gas akan turun menjadi US$ 6 per million metric british thermal unit (mmbtu). Tapi belum jelas juga, harga itu sudah di lokasi pabrik pembeli atau masih harus membayar biaya distribusi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja menandaskan, Perpres No 40/2016 membawa konsekuensi besar bagi kantong negara. Pendapatan negara berpotensi turun Rp 6 triliun-Rp 8 triliun akibat penurunan harga gas.
Di sisi lain, dia menilai aturan ini ibarat stimulus bagi industri berbasis gas. "Terutama yang memberikan nilai tambah dan industri yang padat karya," kata Wiratmaja.
Yang terang, pelaku industri menyambut gembira kabar ini. Rusli Pranadi Direktur Independen PT Asahimas Flat Glass Tbk menyatakan, selama ini biaya gas bagi perusahaan kaca itu menyokong 30% terhadap total biaya produksi. "Kami biasa membeli US$ 9-US$ 10 per mmbtu. Turunnya gas bisa berdampak langsung terhadap industri," kata Rusli kepada KONTAN.
Hendrata Atmoko Vice President Director PT Asri Panca Warna, produsen keramik merek Indogress, menilai, penurunan harga gas berdampak besar bagi industri keramik, berapa pun besar penurunannya. Sebab saat ini pasar keramik masih lesu. "Jika aturan ini berlaku mulai 1 Januari 2016, bisa langsung berdampak karena kami bisa dapat restitusi," katanya.
Namun, Wakil Ketua Asosiasi Industri Olefin Aromatik & Plastik Indonesia (Inaplast) Budi Susanto menilai, penurunan harga gas kali ini belum bisa menaikkan daya saing industri petrokimia. "Sebab dulu, harga gas untuk bahan baku petrokimia hanya US$ 5 per mmbtu," ujarnya.
Wakil Ketua Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin, Achmad Wijaya menyatakan, Kementerian ESDM cepat membuat aturan harga gas agar PGN dan Pertagas segera menurunkan harga gas. "Harapannya tagihan pada Juni tidak memakai harga lama," terang Achmad.
PGN dan Pertagas belum bersedia berkomentar terkait rencana ini. Yang jelas, para pebisnis tak sabar lagi menikmati harga gas murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News