Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hanya menghitung hari, kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% akan segera berlaku mulai 1 Januari 2025.
Meskipun pemerintah tetap bersikeras akan menerapkan tarif PPN menjadi 12% tahun depan, warganet tetap menunjukkan protesnya melalui petisi online.
Petisi berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" yang diinisiasi oleh kelompok Bareng Warga di platform Change.org, telah mengumpulkan 199.124 tanda tangan sejak pertama kali dibuat pada 19 November 2024 hingga berita ini diturunkan.
Baca Juga: PPN 12% Menyasar Beras Preimium, Beras Bulog Terdampak?
Petisi tersebut mencerminkan keresahan masyarakat akan kenaikan PPN menjadi 12% karena dinilai akan memperdalam kesulitan masyarakat.
Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik.
Bareng Warga, salah satu penggagas petisi, kenaikan tarif PPN 12% diperkirakan akan mendorong lonjakan harga barang dan jasa. Hal ini, menurut mereka, akan semakin menggerus daya beli masyarakat yang sudah terbebani oleh kondisi ekonomi saat ini.
“Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas," tulis Akun Bareng Warga, dikutip Minggu (29/12).
Baca Juga: Tarif PPN Indonesia Masih Rendah Dibanding Negara Ber-PDB Tinggi
Atas dasar itu, Bareng warga meminta agar Pemerintah membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” tulisnya.
Hal yang sama juga muncul petisi berjudul “Tolak Kenaikan PPN Menjadi 12%” yang diinisiasi oleh Tommy Shelby. Petisi tersebut telah ditekan oleh 4.030 masyarakat.
Tommy Shelby, penggagas petisi tersebut menyampaikan, kenaikan tarif PPN menjadi 12% merupakan beban nyata bagi masyarakat, terutama kelas menengah. Padahal, kelas menengah saat ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
“Mereka adalah konsumen utama, penggerak sektor UMKM, dan penyumbang besar dalam pajak penghasilan serta konsumsi domestik,” tulisnya.
Baca Juga: Gerakan Nurani bangsa Desak Pemerintah Tinjau Ulang Kebijakan PPN 12%
Di samping itu, Ia juga menekankan kenaikan PPN menjadi 12% memperlihatkan ketergantungan pemerintah pada pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, sementara pengelolaan sektor lain belum dimaksimalkan.
“Dengan PPN 11% saja, 82% APBN berasal dari pajak. Bukankah ini sinyal kuat bahwa diversifikasi pendapatan negara mendesak untuk dilakukan?,” tambahnya.
Ketimbang menaikkan tarif pajak yang justru membebani masyarakat banyak, Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada tiga aspek untuk mendorong penerimaan negara sebanyak-banyaknya.
Pertama, optimalisasi Sektor SDA dan Industri, dengan meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi dan pengelolaan transparan.
Kedua, dukungan bagi ekonomi kreatif dan digital, dengan meningkatkan inovasi dan pelaku usaha muda. Ketiga, efisiensi belanja negara, dengan memangkas kebocoran anggaran dan alokasi yang kurang produktif.
Selanjutnya: Harganya Bergerak Variatif, Mayoritas Emiten Prajogo Pangestu Getol Ekspansi
Menarik Dibaca: Solusi Rumah Tangga Praktis untuk Sambut Tahun Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News