Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Awal bulan Ramadhan akan menjadi waktu yang bersejarah untuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Hari ini, Senin (30/6) Akil akan mendengarkan pembacaan putusan oleh majelis hakim terkait kasus dugaan korupsi dalam 15 pengurusan sengketa pilkada yang menjeratya.
Berdasarkan jadwal, persidangan Akil akan dimulai pada pukul 9.00 WIB pagi ini. Salah satu penasihat hukum Akil, Adardam Achyar, mengaku bahwa baik tim penasihat hukum maupun kliennya akan siap mendengarkan putusan tersebut.
Adardam mengaku, kubunya tak mempersiapkan hal-hal khusus untuk mendengarkan putusan hakim.
"Persiapannya hanya doa saja. Semoga di awal Ramadhan imi Allah membukakan pintu maaf dan keadilan buat Pak Akil," kata Adardam saat dihubungi KONTAN, Minggu (29/6).
Lebih lanjut kata Adardam, pihaknya juga berharap agar majelis hakim dapat mutuskan untuk kliennya dengan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya.
Sebelumnya, terkait kasus ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dengan hukuman pidana penjara seumur hidup dan denda sebesar Rp 10 miliar. Jaksa juga menuntut agar Akil dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang dilakukan berdasarkan aturan umum.
Jaksa punya alasan tersendiri atas tuntutan tersebut. Jaksa menilai Akil meruntuhkan kewibawaan MK sebagai benteng terakhir penegakan hukum, tidak kooperatif, tidak jujur, tidak mengakui kesalahan, dan tidak menyesali perbuatan, sehingga tidak ada hal-hal yang meringankan perimbangan tuntutan JPU tersebut.
Akil dinilai terbukti menerima uang sebesar Rp 57,78 miliar dan US$ 500 ribu dari 15 pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Rinciannya, sebesar Rp 50,15 dan US$ 500 ribu merupakan uang suap dari sembilan pilkada yakni Gunung Mas, Lebak, Empat Lawang, Palembang, Lampung Selatan, Buton, Morotai, Tananuli Tengah, dan Jawa Timur.
Kemudian, sebesar Rp 125 juta merupakan gratifikasi dari mantan Wakil Gubernur Papua Alex Hasegem terkait Pilkada Merauke, Asmat, Boven Digoel, Jayapura, dan Nduga. Sedangkan sisanya, sebesar Rp 7,5 miliar merupakan gratifikasi terkait Pilkada Banten.
Akil juga dianggap terbukti melakukan pencucian uang sebesar Rp 161,08 miliar selama dirinya menjabat sebagai Ketua MK dan sebesar Rp 20 miliar saat masih menjabat sebagai anggota DPR.
Dalam nota pembelaanya (pledoi) Akil pun protes. Ia merasa dirinya telah berjasa dengan terlibat dalam proses perubahan konstitusi negara selama menjadi anggota DPR dua periode sejak tahun 1999. Jika hak-hak sebagai masyarakat sipilnya dicabut, ia meminta status kewarganegaraannya juga dicabut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News