Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat sejak 2005 ada 22 advokat yang terjerat UU Tipikor. Termasuk perkara terbaru yang menyeret Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto yang diduga menghalangi proses penyidikan terhadap Setya Novanto dalam kasus E-KTP.
Lalola Ester, Peneliti ICW mengatakan, dari 22 kasus tersebut, paling banyak ditemukan modus di mana advokat melakukan suap dengan tujuan mengurangi masa hukuman hingga membatalkannya.
"Ada tiga pola umum yang kami temukan, pertama adalah penyuapan yang dilakukan 16 advokat, pemberian keterangan tak benar yang dilakukan 2 advokat, dan berusaha menghalagi penyidikan dilakukan oleh 4 advokat," katanya saat jumpa pers di ICW, Jakarta Minggu (14/1).
Dari jumlah tersebut, mayoritas advokat ditangani oleh KPK dengan 16 kasus, kemudian Kejaksaan dengan 5 kasus, dan kepolisian dengan 1 kasus.
Sementara pengacara yang kenanhukuman paling banyak dari keterlibatannya dalam menyalahi UU Tipikor adalah Haposan Hutagalung. Ia terbukti memberikan keterangan palsu dalam menjelaskan kekayaan Gayus Tambunan, Haposan juga terbukti menyuap penyidik Polri dan Komjen Susno Duadji saat menjabat sebagai Kepala Bareskrim Polri.
Aas tindak tanduk tersebut, Haposan dikenakan pasal berlapis yaitu pasal 5, pasal 13, pasal 22 UU Tipikor. Ia divonis pengadilan Tipikor selama tujuh tahun, namun diperberat oleh MA menjadi 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta.
Fredrich Yunadi telah ditetapkan sebagai tersangka lantaran dinilai KPK menghalangi proses penyidikan Setya Novanto. Ia bersama Dokter Bimanesh, dokter RS Medika Permata Hijau memanipulasi data medis Setya Novanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News