Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah akan fokus membenahi industri nasional dalam sebulan ini. Sofyan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengatakan, langkah tersebut dilakukan terkait penurunan pertumbuhan industri dan sokongan mereka terhadap ekonomi dalam negeri beberapa tahun belakangan ini.
"Tidak bisa penurunan ini dibiarkan terus, ini harus diperbaiki," kata Sofyan di Kantor Menko Perekonomian, Selasa (7/2).
Thomas T Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan, fokus tersebut diputuskan dalam Rapat Evaluasi Satgas Percepatan Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi yang dilaksanakan di Kantor Menko Perekonomian, Selasa (7/2). Pertumbuhan sektor industri dalam beberapa tahun belakangan ini terus menurun.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, jika pada 2011, pertumbuhan industri masih bisa berada di level 6,74%, tahun-tahun setelahnya, terus menurun. Untuk 2012, 2013,2014 dan 2015, laju pertumbuhan industri turun menjadi 6,40%, 6,10%, 5,61%, dan 5,04%.
Thomas mengatakan, perlambatan pertumbuhan industri sudah mengkhawatirkan. Dari hasil inventarisasi awal oleh pemerintah, perlambatan tersebut salah satunya disebabkan oleh masalah regulasi.
Contoh masalah tersebut tergambar dari aturan soal limbah. Tanpa menyebut aturan mana, Thomas mengatakan, peraturan yang ada saat ini cukup menghambat ruang gerak industri, sehingga mereka sulit tumbuh.
"Sekarang banyak limbah sebuah industri, bisa dijadikan bahan baku industri lain, tapi aturan menyulitkan,industri penghasil limbah buang mahal, yang butuh bahan baku malah impor padahal sebenarnya ada," katanya.
Thomas mengatakan, pemerintah sampai saat ini terus menginventarisasi permasalahan penghambat industri lainnya. Dalam waktu dua bulan ini, pemerintah akan mengambil keputusan cepat agar penurunan pertumbuhan industri bisa diatasi. "Kalau nanti ternyata hambatan banyak diregulasi, ya akan dimodernisasi supaya tidak menghambat, menciptakan efesiensi dan industri bisa tumbuh," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News