kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.889   41,00   0,26%
  • IDX 7.204   63,03   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   10,86   0,99%
  • LQ45 878   11,63   1,34%
  • ISSI 221   0,93   0,42%
  • IDX30 449   6,38   1,44%
  • IDXHIDIV20 540   5,74   1,07%
  • IDX80 127   1,43   1,14%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

Faisal Basri Soroti Kontribusi Pajak Industri Manufaktur yang Kian Melemah


Selasa, 08 Agustus 2023 / 13:30 WIB
Faisal Basri Soroti Kontribusi Pajak Industri Manufaktur yang Kian Melemah
ILUSTRASI. Faisal Batubara atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri adalah ekonom dan politikus asal Indonesia. Foto/KONTAN/Djumyati Partawidjaja


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kontribusi penerimaan pajak dari industri manufaktur terus mengalami tren penurunan setiap tahunnya. Diduga, melemahnya sumbangan pajak dari manufaktur ini lantaran adanya gejala deindustrialisasi dini yang terjadi.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan pajak pada semester I-2023 yakni sebesar 27,4%. Hanya saja, kontribusinya lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang sebesar 29%.

Pun jika dibandingkan dengan tahun sebelum pandemi, kontribusinya juga terlihat melemah. Pasalnya, sumbangan industri manufaktur terhadap penerimaan pajak pada tahun 2017 mencapai 32% dan pada 2018 turun menjadi 30%.

Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, turunnya sumbangan penerimaan pajak dari industri manufaktur ini tidak terlepas dari adanya pelemahan pertumbuhan industri pengolahan dan sumbangsihnya pada produk Domestik Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: Ditjen Pajak Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 13,87 Triliun hingga Akhir Juli 2023

"Sudah sejak 2005 industri manufaktur di bawah pertumbuhan PDB-nya, kecuali 2011. Ini sudah terlalu banyak evidence-nya sebetulnya," ujar Faisal dalam acara KTT Indef 2023, Selasa (8/8).

Selain itu, Ia menilai, kebijakan hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang selama ini digencarkan pemerintah nyatanya belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Oleh karena itu, semestinya pemerintah melakukan strategi industrialisasi, bukan hanya sekedar melakukan kebijakan hilirisasi.

"Sayangnya tidak ada yang namanya strategi hilirisasi. Yang ada hanya kebijakan hilirisasi. Beda. Kalau industrialisasi memperkuat struktur perekonomian, struktur industri, dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri," katanya.

Bahkan Faisal menyebut, kebijakan hilirisasi nikel yang dilakukan di Indonesia hanya mengubah bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel dan 99 persennya di ekspor ke China.

"Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung indutrialisasi di China. Luar biasa," tegas Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×