kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Faisal Basri kritik turunnya penerimaan pajak dan utang yang menumpuk


Kamis, 03 September 2020 / 13:17 WIB
Faisal Basri kritik turunnya penerimaan pajak dan utang yang menumpuk
ILUSTRASI. Ekonom Senior Indef Faisal Basri menyebutkan, penurunan pajak sudah terjadi sebelum adanya pandemi.


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak berkurang membuat utang Indonesia makin menumpuk. Penerimaan penerimaan pajak tersebut salah satunya karena rasio pajak atau tax ratio yang turun.

Ekonom Senior Indef Faisal Basri menyebutkan, rasio pajak di semester I tahun 2020 menurun lagi menjadi 8,2% dari 9,8% di periode sama tahun lalu.

Menurut Faisal, penurunan tax ratio tersebut tidak ada hubungannya dengan situasi pandemi yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebab, penurunan pajak memang sudah terjadi sebelum adanya pandemi.

“Jadi jangan pandemi yang disalahkan. Ini ada masalah dengan perpajakan kita,” kata Faisal dalam live conference, Kamis (3/9).

Baca Juga: Faisal Basri: Jebol keuangan Indonesia akibat smelter China masuk Indonesia

Faisal menyebutkan, penerimaan pajak yang loyo ini makin menjadi setelah adanya pandemi Covid-19. Sehingga, utang di Indonesia makin menumpuk dan pemerintah tak mampu menanggung beban.

”Ujung-ujungnya burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Padahal pemerintah mengklaim utang masih aman. Tapi minta BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turun tangan menanggung beban,” kata Faisal.

Menurut Faisal, untuk menekan anggaran seharusnya pemerintah menahan pembangunan fisik dan anggaran fokus dialokasikan ke sektor kesehatan.

Namun di tahun depan, alokasi anggaran tertinggi justru ada pada pembangunan infrastruktur yang dari Rp 281,1 triliun di tahun ini menjadi Rp 414 triliun di tahun 2021.

“Alokasi infrastruktur tertinggi sepanjang sejarah di tengah Covid-19. Sementara kesehatannya turun. Jadi lebih penting menyelamatkan proyek infrastruktur dibandingkan menyelamatkan nyawa manusia dengan vaksin gratis,” ujarnya.

Baca Juga: Kritik skema pengembangan biodiesel, Faisal Basri: Mengerikan sekali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×