Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Indef, Faisal Basri menyoroti kualitas investasi Indonesia yang terbilang buruk. Penyebabnya lantaran investasi yang masuk ternyata lebih banyak mengarah untuk proyek bangunan atau kontruksi.
Berdasarkan data Bappenas, dalam kurun waktu 2007 - 2016, sekitar 75% investasi di Indonesia lebih banyak mengarah ke bangunan dan konstruksi, sisanya baru untuk mesin dan peralatan.
Baca Juga: Ada 31 Perusahaan Berebut Tender Jalan Tol Nirsentuh Rp 4,34 Triliun
"Negara lain dalam kurun waktu 2007-2016 (investasi) mesin dan peralatan (lebih tinggi). Kita cuma 20% dari total investasi. Afrika Selatan dua kali lipat, Meksiko 2,5 kali lipat (dari kita). Sementara Thailand, Malaysia dan Filipina 3 kali lipat dari kita," kata Faisal dalam diskusi virtual, Senin (27/7).
Baca Juga: Pemerintah pastikan tak sembarangan dorong investasi hilirisasi tambang
Dan ini yang harus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi pemerintah saat ini tengah menggenjot investasi, meski di masa pandemi. Faisal akui, pemerintah sudah berupaya memberi karpet merah bagi investasi.
Salah satunya dengan mempermudah investasi. Berdasarkan peringkat Bank Dunia, peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia sudah semakin membaik. Dari peringakt ke 114 (2015) menjadi ke 73 untuk saat ini. Tapi jangan salah, peringakt tersebut masih dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Vietnam.
Faisal menyebut, pemerintah harus membenahi 4 komponen agar peringkat kemudahan berusaha bisa meningkat. Yaitu, enforcing contracts, starting a business, registering property dan trading accross borders.
"Jadi saya rasa kita ngga perlu omnibus law (cipta kerja), tidak perlu UU investasi yang baru kalau sekedar menangani ease of doing business. Selesaikan saja yang empat ini, selesai semua," kata Faisal yakin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News