kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Faisal Basri: Investasi kita kebanyakan untuk bangunan dan konstruksi


Senin, 27 Juli 2020 / 22:00 WIB
Faisal Basri: Investasi kita kebanyakan untuk bangunan dan konstruksi
Faisal Batubara atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri adalah ekonom dan politikus asal Indonesia. Foto/KONTAN/Djumyati Partawidjaja


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Indef, Faisal Basri menyoroti kualitas investasi Indonesia yang terbilang buruk. Penyebabnya lantaran investasi yang masuk ternyata lebih banyak mengarah untuk proyek bangunan atau kontruksi.

Berdasarkan data Bappenas, dalam kurun waktu 2007 - 2016, sekitar 75% investasi di Indonesia lebih banyak mengarah ke bangunan dan konstruksi, sisanya baru untuk mesin dan peralatan.

Baca Juga: Ada 31 Perusahaan Berebut Tender Jalan Tol Nirsentuh Rp 4,34 Triliun
 
"Negara lain dalam kurun waktu 2007-2016 (investasi) mesin dan peralatan (lebih tinggi). Kita cuma 20% dari total investasi. Afrika Selatan dua kali lipat,  Meksiko 2,5 kali lipat (dari kita). Sementara Thailand, Malaysia dan Filipina 3 kali lipat dari kita," kata Faisal dalam diskusi virtual, Senin (27/7).

Baca Juga: Pemerintah pastikan tak sembarangan dorong investasi hilirisasi tambang

Dan ini yang harus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi pemerintah saat  ini tengah menggenjot investasi, meski di masa pandemi. Faisal akui, pemerintah sudah berupaya memberi karpet merah bagi investasi.

Salah satunya dengan mempermudah investasi. Berdasarkan peringkat Bank Dunia, peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia sudah semakin membaik. Dari peringakt ke 114 (2015) menjadi ke 73 untuk saat ini. Tapi jangan salah, peringakt tersebut masih dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Vietnam.

Faisal menyebut, pemerintah harus membenahi 4 komponen agar peringkat kemudahan berusaha bisa meningkat. Yaitu, enforcing contracts, starting a business, registering property dan trading accross borders. 

"Jadi saya rasa kita ngga perlu omnibus law (cipta kerja), tidak perlu UU investasi yang baru kalau sekedar menangani ease of doing business. Selesaikan saja yang empat ini, selesai semua," kata Faisal yakin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×