Reporter: Abdul Wahid Fauzie |
JAKARTA. Rencana pemerintah untuk memberikan eskalasi alias penyesuaian nilai bagi proyek pembangkit listrik 10.000 megawatt (MW), terutama proyek luar Jawa lantaran kenaikan harga baja, kemungkinan akan gagal. Sebab, sejak Juli 2008 lalu harga baja telah menurun.
Harga baja yang turun antara lain adalah baja canai panas. Harga baja jeniss hot rolled coils (HRC) ini telah merosot 22% sejak September, dari US$ 1.100 per ton menjadi US$ 900 per ton. Selain itu, harga baja scrab juga telah anjlok 30%, dari Rp 5.500 per kg menjadi Rp 3.500 per kg.
Ansari Bukhari, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, tekstil, dan Aneka Departemen Perindustrian (Depperin), mengatakan turunnya harga baja kemungkinan akan menggagalkan proyek eskalasi pembangkit listrik yang telah diminta para pengusaha. "Kemungkinan gagal, karena harga baja telah turun," tegasnya.
Walau begitu, Depperin tetap akan merampungkan tugasnya untuk segera menyelesaikan hitungan berapa eskalasi yang pantas untuk power plant tersebut. "Kita sedang menyelesaikan hitungan eskalasi. Pekan ini saya harap selesai," paparnya. Padahal, sebelumnya Depperin memperkirakan eskalasi akan mencapai 30% lantaran harga baja naik berkisar 200% hingga 300%.
Saat ini, ada sembilan perusahaan yang memenangi proyek PLTU luar Jawa. Kesembilan perusahaan tersebut adalah PT Wijaya Karya yang membangun PLTU 2 Sulawesi Utara berkapasitas 2 x 25 MW, PT Barata Indonesia yang membangun PLTU 2 Nusa Tenggara Barat berkapasitas 2 x 25 MW, dan PT Adhi Karya yang membangun PLTU di Lampung dengan daya sebesar 2 x 100 MW.
Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Imam Sudiyono membenarkan tentang turunnya harga baja. Namun, ia mengaku masih melakukan penghitungan imbas penurunan tersebut apakah masih berdampak pada proyek yang sedang dikerjakan tersebut. "Kita masih menghitung, dan saya belum bisa komentar," tegasnya.