kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Empat perusahaan gugat aturan BPJS Kesehatan


Rabu, 07 Januari 2015 / 15:37 WIB
Empat perusahaan gugat aturan BPJS Kesehatan
ILUSTRASI. Ini 6 Penyebab Badan Lemas Setelah Bangun Tidur dan Cara Mengatasinya


Reporter: Agus Triyono | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Empat perusahaan menggugat kewajiban mendaftarkan pekerja menjadi peserta BPJS Kesehatan seperti diatur dalam UU Nonor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Empat perusahaan tersebut adalah PT Papan Nirwana, PT Cahaya Medika Health Care, PT Ramamuza Bakti Usaha, PT Abdiwaluyo Mitrasejahtera. 

Setidaknya ada empat pasal dalam UU BPJS yang digugat. Pertama, pasal 15 ayat 1 yang mengatur kewajiban bagi perusahaan untuk mendaftarkan karyawan mereka menjadi peserta BPJS. Kedua, pasal 17 ayat 1, 2C, dan 4 yang mengatur ketentuan sanksi administrasi bagi perusahaan yang tidak mau mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Ketiga, pasal 19 ayat 1 dan 2 yang mengatur kewajiban bagi perusahaan untuk memungut iuran dari pekerjanya serta membayarkan iuran yang menjadi tanggung jawab perusahaan kepada BPJS. Dan keempat, pasal 55 yang mengatur ketentuan sanksi pidana dan denda bagi perusahaan yang tidak mau membayarkan iurannya dan karyawannya ke BPJS.

Kuasa hukum dari ke empat perusahaan Aan Eko Widiarto mengatakan, ada beberapa alasan yang digunakan oleh kliennya untuk menggugat pasal- pasal tersebut. Dalam kaitannya dengan pasal 15 ayat 1, perusahaan merasa bahwa pasal tersebut telah membatasi ruang gerak bagi para perusahaan untuk memberikan jaminan kesehatan yang lebih baik bagi karyawan.

"Kewajiban ini membuat perusahaan tidak bisa minta bantuan kepada pihak penyedia jaminan kesehatan selain BPJS untuk menjamin kesehatan pekerjanya," kata Aan kepada KONTAN di Gedung MK Rabu (7/1).

Bukan hanya membatasi ruang gerak perusahaaan pemberi kerja saja, ketentuan yang terdapat dalam pasal 15 ayat 1 tersebut juga berpotensi menyuburkan praktik monopoli. Pasalnya ketentuan tersebut hanya mengatur peran BPJS dalam pemberian jaminan kesehatan pekerja perusahaan. Perusahaan penyedia jaminan kesehatan lain tidak diberikan ruang oleh negara untuk ikut serta.

"Negara mau jamin kesehatan masyarakatnya silahkan, tapi dalam konteks ini jangan hilangkan peran masyarakat dan penyedia jaminan untuk bisa ikut berperan," kata Aan.

Sementara itu untuk gugatan yang menyangkut sanksi, uji materi diajukan karena pemberlakuan sanksi terhadap perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS. Ketentuan itu dinilai membahayakan bagi perusahaan karena pemberi kerja yang tidak mendaftarkan karyawannya bisa kena sanksi tidak diberi pelayanan publik tertentu. "Ini lebih kejam dari pidana, sebab batas waktu tidak ada, ini bisa ancam pengurusan ijin usaha, pemrosesan IMB dan lain sebagainya," katanya.

Aan berharap MK bisa mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan oleh klien- kliennya dengan menyatakan pasal- pasal yang digugat tersebut tidak mempunyai hukum mengikat.

Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dalam tanggapannya atas materi gugatan meminta penjelaskan keabsahan sebagai badan hukum dengan menunjukkan bukti izin dari Kementerian Hukum dan HAM. Selain itu, Parialis juga meminta kepada perusahaan menjelaskan secara lebih rinci lagi kerugian yang mereka alami. "Misalnya soal partisipasi, apakah dengan berlakunya UU ini, partisipasi masyarakat, khususnya penyedia jaminan kesehatan dilarang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×