Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Otoritas bank sentral yang sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan ekspor tahun ini akan terkontraksi alias drop 11%, sekarang berubah menjadi 14%. Ekonomi global yang tidak kondusif menjadi penyebab.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat ekspor memang sulit diharapkan. Ia menjelaskan, Indonesia mempunyai dua macam ekspor yaitu ekspor migas dan non migas.
Ekspor migas relatif aman karena sudah mempunyai kontrak kerja sama, sedangkan ekspor non migas terancam. Ekspor non migas Indonesia terdiri dari komoditas dan manufaktur. Permasalahannya, ekspor komoditas yang sangat bergantung pada ekonomi global mendominasi hingga 60%. "Harga luar negeri jatuh, kita tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Senin (22/6).
Yang bisa dilakukan adalah menciptakan ekspor komoditas yang mempunyai nilai tambah seperti produk crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit yang diolah menjadi bahan industri kosmetik. Sementara itu untuk ekspor manufaktur, diakui Lana, mengalami permasalahan yang berat.
Sebagian besar industri manufaktur dalam negeri mengimpor bahan baku. Rupiah yang melemah tajam ke arah Rp 13.300 per dollar AS akan membuat industri manufaktur terpuruk dan tidak bisa bersaing dengan industri manufaktur negeri tetangga. Alhasil, menurutnya ekspor tidak bisa diharapkan untuk mendorong pertumbuhan karena akan berkontribusi minus pada keseluruhan PDB 2015.
Ekonomi 2015 pun diakuinya hanya mampu mencapai 4,97%. Untuk cadangan devisa, Lana melihat masih ada peluang karena laju impor yang turun lebih dalam dibanding ekspor. Akan ada net ekspor yang masih bisa terjadi karena neraca dagang mencatat surplus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News