Reporter: Margareta Engge Kharismawati, Dea Chadiza Syafina | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, sepertinya mulai membuat Bank Indonesia (BI) pesimistis. Buktinya, BI kembali merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini hanya akan berada pada kisaran 5,1%-5,5%. Sebelumnya, otoritas moneter itu melihat pertumbuhan Indonesia mampu tumbuh pada kisaran 5,5%-5,9%.
Gubernur Bi Agus Martowardojo mengumumkan, revisi angka pertumbuhan ekonomi tersebut pasca dilakukannya Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan yang mencakup triwulanan pada hari ini (8/5).
"Untuk pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia melihat tahun 2014 ini antara 5,1%-5,5%. Dalam kajian kami pertumbuhan ekonomi 2014 revisi ke bawah dan memang sebelumnya ada di kisaran 5,5%-5,9%," ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Kamis (8/5).
Agus menjelaskan, alasan bank sentral merevisi kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 ini lantaran adanya perlambatan kinerja ekspor sektor riil yaitu ekspor barang dan jasa, khususnya sektor pertambangan, mineral dan batubara.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, pertumbuhan yang direvisi lebih rendah ini lebih diakibatkan kinerja ekspor riil yang memang mengalami kemorosotan.
Kontraksi kinerja ekspor sendiri telah terlihat dalam data pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 kemarin yang hanya mencatat petumbuhan 5,21%. Kinerja ekspor tercatat minus 0,78% pertumbuhannya.
Perry menjelaskan, ada tiga faktor mengapa kinerja ekspor riil akan mengalami penurunan. Pertama, melambatnya permintaan ekspor terutama dari negeri China. Kedua, harga komoditas dunia yang ternyata masih turun.
Ketiga, dampak penerapan Undang-Undang minerba yang melarang ekspor mineral mentah. Karena itu, Perry memperkirakan, pertumbuhan ekspor tahun ini hanya bisa tumbuh 1,5%-1,9%.
"Dulunya kita prediksi ekspor riil bisa tumbuh 8,1%-8,5% tahun ini. Ternyata dengan melihat realisasi pada triwulan I-2014 dengan melambatnya permintaan ekspor dari Tiongkok, penurunan harga komoditas dunia dan dampak dari penerapan UU Minerba, maka pada 2014, ekspor barang dan jasa hanya tumbuh 1,5%-1,9%," jelas Perry.
Atas dampak penerapan UU Minerba, Bank Indonesia yang semua memperkirakan pada triwulan I-2014 sudah ada permintaan ekspor, ternyata belum terjadi. "Perlambatan pertumbuhan ekonomi bukan karena kondisi domestik demand yang ketat karena pertumbuhannya masih baik, tetapi dikarenakan kinerja ekspor yang belum membaik," ujar Perry.
Angka domestik demand dengan indikator konsumsi rumah tangga, kata Perry, justru dalam realisasinya lebih tinggi ketimbang proyeksi. Pada 2014 ini, angka konsumsi rumah tangga masih bisa tumbuh sebesar 5,1%-5,5% atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang hanya sebesar 4,9%-5,3%.
Realisasi PDB rendah
Catatan saja, Bank Indonesia sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 ada pada kisaran 5,5%-5,9%. Angka itu merupakan revisi ke bawah dari prakiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelumnya, yang berada pada kisaran 5,8%-6,2%.
Namun, realsiasi pertumbuhan ekonomi triwulan I-2014 tercatat 5,21% secara tahunan atau year-on-year (yoy). Angka tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2013 sebesar 5,72% secara yoy.
Realisasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ini juga lebih rendah dari perkiraan bank sentral. Bank sentral menilai, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini terutama terjadi pada kinerja sisi eksternal.
Pertumbuhan ekspor mencatat kontraksi, khususnya ekspor pertambangan seperti komoditas batubara dan konsentrat mineral, antara lain karena melemahnya permintaan dan penurunan harga komoditas dunia serta pengaruh temporer terkait dengan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah.
Sementara itu, penurunan kinerja ekspor pertambangan juga terlihat pada pertumbuhan PDB sektor ini yang mengalami kontraksi. Perlambatan impor pada triwulan I-2014 sejalan dengan moderasi permintaan domestik tidak mampu mengimbangi kontraksi pertumbuhan ekspor.
Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2014 ditopang oleh masih cukup baiknya kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh masih cukup tinggi, antara lain didorong oleh peningkatan pendapatan, penjualan eceran, dan dampak pemilu legislatif meskipun tidak sekuat perkiraan semula.
Sementara itu, investasi sedikit meningkat ditopang oleh investasi nonbangunan yang kembali tumbuh positif, terutama investasi mesin, sedangkan pertumbuhan investasi bangunan melambat. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 terjadi pada hampir seluruh sektor kecuali sektor pertambangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News