Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kasus dugaan korupsi hibah kereta rel listrik (KRL) bekas asal Jepang tahun 2006-2007 masuk proses peradilan. Bekas Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Soemino Eko Saputro duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Soemino telah melakukan korupsi dalam proses pengangkutan 60 unit KRL hibah dari Jepang. Soemino dituding telah mengatur proses pengangkutan KRL itu, sehingga, ada penunjukkan langsung kepada Sumitomo Corporation untuk mengangkut 60 unit KRL eks Jepang.
Atas perbuatan terdakwa, Jaksa menyebutkan ada kerugian negara sekitar Rp 20,5 miliar. Ia didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi. "Juga melanggar aturan hibah barang luar negeri dan aturan pengadaan barang dan jasa," ujar Agus Salim, jaksa perkara ini, kemarin (22/8). Soemino terancam pidana penjara maksimal 20 tahun.
Soemino tidak sendirian. Perbuatan korupsi Komisaris Utama PT INKA ini dilakukan bersama-sama dengan Direktur Keselamatan dan Teknik Sarana Ditjen Perkeretaapian Asriel Syafei.
Jaksa juga menyebutkan ada keterlibatan tiga orang warga negara Jepang dalam tindak pidana korupsi ini. Tiga orang tersebut adalah Hiroshi Karashima dan Hideyuki Nishio, perwakilan dari Sumitomo Corporation dan konsultan JARTS (The Japan Railway Techinal Service), Daiki Ohkubo. Menurut jaksa, ketiga warga Jepang ini juga menjalani proses hukum di negaranya.
Panitia sempat menolak
Dalam berkas dakwaan, jaksa mengungkapkan bahwa proses awal kasus ini yang diawali dengan minimnya jumlah KRL milik pemerintah Indonesia. Hatta Radjasa yang saat itu menjabat Menteri Perhubungan, memerintahkan Soemino mencarikan KRL bekas di Jepang.
Soemino pun langsung memerintahkan pada Asriel untuk mencari informasi soal KRL bekas di Jepang pada Daiki Ohkubo yang merupakan konsultan JARTS.
Jaksa menyebutkan JARTS ini merupakan badan hukum sosial yang didirikan oleh Kementerian Perhubungan Jepang. Sedangkan Sumitomo Corporation, salah satu anggota dari JARTS. Keduanya memang sudah sering berhubungan dengan Kementerian Perhubungan kala itu.
Dari berbagai pertemuan dengan JARTS dan Sumitomo, disepakati ada 60 KRL bekas yang bisa diberikan. Namun, Sumitomo menyebutkan ada biaya pengangkutan yang harus dibayar pemerintah. Sumitomo juga minta sebagai pelaksana pengangkutan. "Padahal Sumitomo bukan perusahaan pengangkutan," ujar Agus.
Soemino pun memerintahkan tim panitia pengadaan KRL ini melaksanakan permintaan Sumitomo. Padahal sebelumnya, tim panitia pengadaan KRL ini sempat menolak biaya pengangkutan yang diminta Sumitomo.
Toh, Soemino tetap bersikeras dan proses pengangkutan itu berjalan. Namun, aroma tidak sedap ini meruap. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat ada kerugian negara dalam kasus ini.
Soemino belum mau banyak bicara soal dakwaan ini. "Penasehat hukum dan saya akan membuat suatu keberatan atau eksepsi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News