kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonomi negara pemberi subsidi tidak sehat


Kamis, 18 September 2014 / 08:13 WIB
Ekonomi negara pemberi subsidi tidak sehat
ILUSTRASI. Belimbing wuluh bisa membantu menurunkan kolesterol sampai mengobati wasir.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Subsidi energi sangat besar lantaran semakin besarnya konsumsi. Namun, bukan hanya Indonesia yang mengalami permasalahan terkait subsidi energi. Ada beberapa negara lainnya yang memberlakukan hal serupa.

"Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dilakukan terbesar oleh Irak. Tapi memang Irak produksi minyaknya sangat besar. Kemudian Arab Saudi, Mesir, Ekuador, Turkmenistan, Venezuela, dan masih banyak," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono saat acara Investor Summit and Capital Market Expo, Rabu (17/9).

Lebih lanjut, Tony mengungkapkan, ada negara yang memberi subsidi BBM besar namun memang merupakan produsen minyak yang signifikan. Ia memberi contoh Nigeria, Arab Saudi, Rusia, dan Venezuela yang memiliki produksi minyak sangat besar.

"Negara yang memberi subsidi BBM struktur ekonominya tidak baik, ekonominya tidak sehat. Contoh saja ada Indonesia dan Mesir. Subsidi yang terlalu besar akan mengakibatkan ketagihan dan dependensi yang terlalu besar," ujar Tony.

Tony menyebut, Dana Moneter Internasional (IMF) pernah membuat sebuah studi tentang siapa sebenarnya pihak yang menikmati subsidi energi. Komponen energi yang disubsidi berupa gasoline alias BBM, kerosene atau minyak tanah, diesel atau solar, dan elpiji.

"Untuk BBM, yang paling banyak menerima manfaat dari subsidi 61 persen oleh 20 persen orang terkaya. Orang-orang kaya ini punya mobil besar yang memakan BBM bersubsidi. Kombinasi kelompok menengah ke atas 81 persen," jelas dia.

Kesimpulannya, Tony mengungkapkan subsidi BBM yang ada saat ini cenderung tidak tepat sasaran dan hanya mengakomodir kaum berpunya. Untuk menyehatkan struktur ekonomi, maka subsidi tersebut harus dipangkas dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×