Reporter: Syarifah Nur Aida, Adi Wikanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Perlambatan perekonomian pada tahun ini masih akan terasa pada tahun depan. Pemerintahan baru akan menghadapi berbagai permasalahan fundamental bidang ekonomi, sehingga sulit menggeber pertumbuhan ekonomi seperti tahun 2011-2012 yang mencapai 6% lebih.
Hal ini terlihat dari data pemerintah saat menyampaikan asumsi dasar ekonomi makro dalam rapat paripurna Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Pemerintah hanya memprediksi asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 5,5%−6%.
Pemerintah pesimistis lantaran ekonomi di dalam negeri diprediksi belum bisa pulih. Maklum, masalah mendasar yang dialami ekonomi Indonesia belum pulih.
Ketergantungan terhadap barang impor tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat, sehingga neraca perdagangan dan transaksi berjalan berpotensi terus defisit. Apalagi di sisi eksternal kebijakan moneter ketat di Amerika Serikat akan membuat dana asing terkuras dari Indonesia.
Namun, Menteri Keuangan Chatib Basri (20/5) bilang, pemerintah akan mencoba mempertahankan daya beli masyarakat dengan cara menjaga agar inflasi tidak naik tinggi, yakni hanya di kisaran 4%. Caranya, dengan menjaga distribusi barang dan jasa agar harga barang tidak naik.
Meski pemerintah terlihat pesimistis dengan pertumbuhan ekonomi 2015, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa justru lebih pesimistis lagi. Purbaya memprediksi ekonomi Indonesia hanya di kisaran 5%. Sebab, ia memprediksi, Bank Indonesia akan mempertahankan kebijakan moneter ketat, yakni mempertahankan suku bunga tinggi.
Akibatnya dunia usaha malas untuk melakukan ekspansi usaha. Sebaliknya masyarakat juga ogah mencari kredit perbankan untuk kebutuhan konsumtif karena bunga mahal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News