Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Sesuai periodenya current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan pada triwulan pertama akan rendah lalu meningkat pada periode selanjutnya. Periode triwulan II yang defisitnya selalu tinggi harus kembali diwaspadai tahun ini.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kondisi neraca jasa triwulan II perlu diwaspadai. Pemerintah telah membebaskan visa 30 negara untuk mendatangkan wisatawan. Namun dari sisi repatriasi pemerintah belum juga mengeluarkan kebijakannya. Inilah yang kemudian akan memberi tekanan yang besar bagi rupiah.
"Potensi kembali ke Rp 13.000 per dollar Amerika mungkin terjadi selama fundamental kita belum sempurna," ujar Josua ketika dihubungi KONTAN, Jumat (17/4). Neraca dagang yang surplus belum dijamin keberlanjutanya karena kondisi impor minyak yang turun dan bukan karena ekspor yang naik.
Tahun lalu, defisit transaksi berjalan triwulan II mencapai US$ 8,94 miliar atau 3,97% dari PDB. Untuk triwulan pertama tahun ini, selain neraca dagang yang bagus karena mencatat surplus hingga US$ 2, 43 miliar, yang juga menjadi penyebab defisit rendah triwulan pertama adalah neraca jasa. Karena aktivitas ekonomi belum jalan kencang maka ekspor impor neraca jasa tidak akan besar sehingga secara keseluruhan defisit transaksi berjalan akan berada di bawah 2% PDB.
Sekedar mengingatkan, impor tiga bulan pertama 2015 drop hingga 15,1% menjadi US$ 36,7 miliar bila dibanding tahun lalu. Yang menjadi penyebab utama impor drop adalah impor migas yang turun hingga 44,53%. Pada triwulan pertama 2014 impor migas tercatat US$ 11 miliar, pada triwulan pertama tahun ini turun menjadi US$ 6,1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News