Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
Febrio menjelaskan, pemerintah harus melakukan adjustment pada awal Juli 2021, khususnya saat menghadapi kebijakan PPKM level 4 dan level 3 di banyak daerah, terutama di Jawa dan Bali. "Kita perkuat pagu untuk kesehatan dan perlindungan sosial (perlinsos)," beber Febrio.
Selain itu, pemerintah juga memperkuat insentif usaha. Pemanfaatan insentif usaha ini cenderung sangat efektif, banyak sektor usaha menggunakan insentif yang ditawarkan pemerintah.
Menurut Febrio, sampai pertengahan tahun ini, realisasi anggaran insentif usaha sebesar Rp 51,15 triliun atau 81,4% dari pagu.
Saat ini, ungkap Febrio, realisasi anggaran bidang kesehatan mencapai Rp 76,64 triliun atau 34,7% dari pagu. Realisasi sebesar ini, menurut Febrio, menunjukkan adanya mix signal, namun di satu sisi ini juga menunjukkan kesiapan APBN untuk mengantisipasi segala ketidakpastian yang masih akan terus terjadi di bidang kesehatan.
Baca Juga: Penerbitan Surat Utang Negara Masih Jadi Andalan APBN 2022
Anggaran bidang kesehatan itu, antara lain, untuk diagnostic testing dan tracing, therapeutic untuk biaya perawatan 426,940 pasien, insentif tenaga kesehatan, santunan kematian, pengadaan obat dan APD, pengadaan 81,42 juta dosis vaksin, bantuan iuran JKN untuk 19,15 juta orang, dan insentif perpajakan kesehatan termasuk PPN dan bea masuk vaksin.
Sementara itu, di bidang perlindungan sosial, realisasi anggarannya mencapai Rp 97,18 triliun atau 52,1% dari pagu. Adapun, manfaat dari penggunaan anggaran perlinsos ini, di antaranya, Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 9,9 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), kartu sembako untuk 16 juta KPM, dan Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk 10 juta KPM.
Anggaran perlinsos juga digunakan untuk bantuan langsung tunai (BLT) Desa untuk 5,5 juta KPM, kartu pra kerja untuk 2,82 juta orang, bantuan kuota internet untuk 35,95 juta penerima, subsidi listrik untuk 32,6 juta penerima, dan BSU untuk 948.000 penerima.
Baca Juga: RAPBN 2022: Defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp 868 triliun
Dengan gambaran tersebut, Teuku Riefky mengatakan, jumlah dan rasio utang pemerintah bukan lagi masalah nominal. Tapi, bagaimana belanja negara yang berasal dari utang bisa efektif menekan kasus covid-19.
Dan, yang lebih penting lagi, belanja negara yang dikeluarkan pemerintah mampu membangkitkan perekonomian nasional untuk tumbuh ke level tinggi.
Jadi, dari level perumusan dan alokasi anggaran belanja negara sudah sangat tepat. Hanya saja, implementasi kebijakan pemerintah dalam menekan angka kasus penyebaran covid-19 bisa berjalan efektif di lapangan.
"Karena, jika tidak optimal, maka pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah juga tidak efektif dalam menekan kasus covid-19," tandas Riefky.
Selanjutnya: Presiden Jokowi mencanangkan anggaran kesehatan sebesar 9,4% dari APBN 2022
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News