kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Ekonom sebut proyeksi ekonomi RI di bawah 5% versi Moody's terlalu pesimistis


Kamis, 14 Februari 2019 / 22:01 WIB
Ekonom sebut proyeksi ekonomi RI di bawah 5% versi Moody's terlalu pesimistis


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2019-2020 berpotensi turun ke bawah 5%. Salah satu alasannya, belanja pemerintah dianggap akan melambat di tengah berkurangnya pembangunan infrastruktur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memaklumi asumsi Moody's tersebut.

"Investor mungkin melihat inkonsistensi, di mana belanja pemerintah beralih dari yang produktif menjadi lebih populis di akhir periode ini," ujar Bhima, Kamis (14/2).

Berkurangnya alokasi belanja modal yang bersifat produktif dikhawatirkan bakal membuat pertumbuhan investasi makin lesu dan kinerja ekspor semakin memburuk.

Namun, di sisi lain, Bhima tak menyalahkan kebijakan belanja tersebut. Terlepas dari asumsi belanja populis di tahun politik, Bhima menilai pemerintah juga berupaya menjaga laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selain itu, Bhima juga menyoroti pendapat Moody's mengenai melambatnya pembangunan infrastruktur yang akan menahan laju pertumbuhan ekonomi.

Meski anggaran infrastruktur masih lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu Rp 415 triliun, kenyataannya pertumbuhan anggaran jauh melambat menjadi hanya 1,1%.

Kendati begitu, langkah pemerintah mengerem infrastruktur juga perlu ditinjau lebih dalam, salah satunya untuk mencegah pelebaran defisit transaksi berjalan (CAD).

"Seperti yang diketahui, selama ini ada korelasi positif antara pembangunan infrastruktur dengan bertambahnya CAD karena besarnya impor bahan baku dan barang modal," kata Bhima. Lantas, pembangunan infrastruktur tak bisa dipacu sekencang tahun-tahun sebelumnya.

Di samping itu, perlu disadari bahwa dampak multiplier effect dari pembangunan infrastruktur beberapa tahun terakhir tidak terlihat, misalnya pada geliat industri besi dan baja atau penyerapan semen domestik, contoh Bhima.

Hal ini menurutnya, bisa jadi turut menjadi pertimbangan pemerintah memilih untuk mengalihkan belanja pada yang bersifat konsumtif di akhir periode ini.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×