Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dan Bank of Japan (BoJ) telah menandatangani perpanjangan kerjasama Bilateral Swap Arrangement (BSA), Senin (12/12). Kerja sama ini bernilai sebesar US$ 22,76 miliar.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa kerjasama bilateral ini dapat dimanfaatkan ketika Indonesia berada dalam kondisi khusus, misalnya mengalami tekanan terutama cadangan devisa,
“Indonesia bisa dapat pinjaman untuk support cadangan devisa. Tidak hanya dengan Jepang, kita juga ada kerjasama dengan Korea, dengan Tiongkok masing-masing,” kata Lana kepada KONTAN, Senin (12/12).
Menurut Lana, kerjasama ini memiliki lebih banyak keuntungan dengan adanya dana stand by bila sewaktu-waktu Indonesia perlu. Ia mengatakan, skema BSA ini pun memiliki risiko yang kecil. Apabila pihak Jepang bangkrut atau ada kondisi politik yang tidak menguntungkan, komitmen pemberian pinjaman kepada Indonesia harus tetap diberikan
“Kerugiannya mungkin ada di kita bila kita tidak gunakan karena ada fee yang harus tetap dibayarkan. Bank sentral ini harus mencadangkan uang untuk Indonesia, jadi tentu ada cost-nya. Sama seperti pinjam uang dari bank. Bukan cost-free,” jelasnya.
Soal biaya pinjaman, menurut Lana diantara kerjasama bilateral Indonesia dan tiga negara tersebut, Tiongkok kemungkinan memilki fee yang paling kecil. Ia menambahkan, dalam skema ini pun memang bank sentral tidak bermaksud untuk cari profit.
“Kerjasama ini lebih murah ketimbang dari World Bank atau IMF. Dugan saya mungkin Tiongkok paling murah karena cadangan devisa banyak sekali. Ini berhubungan dengan kapasitas mereka bisa membantu kita,” kata Lana.
Nantinya, Lana mengatakan Indonesia dan Jepang akan bisa saling melakukan kegiatan pinjam meminjam dengan nilai sesuai dengan nilai kerjasama tersebut yaitu US$ 22,76 miliar.
“Nilai kerjasama itu adalah uang yang bisa kita pakai dan mereka juga pakai. Angka itu tidak bisa berubah,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News