kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45900,61   8,03   0.90%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom: Ada Potensi Penurunan Surplus Neraca Perdagangan di Tahun 2022


Senin, 17 Januari 2022 / 20:12 WIB
Ekonom: Ada Potensi Penurunan Surplus Neraca Perdagangan di Tahun 2022
ILUSTRASI. Suasana aktivitas bongkar muatan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan masih mencetak surplus di sepanjang tahun 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan pada tahun lalu sebesar US4 35,34 miliar. 

Otoritas statistik menyatakan, surplus neraca perdagangan tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat, surplus neraca perdagangan masih berpotensi berlanjut pada tahun 2022. Namun, agaknya surplus neraca perdagangan akan lebih mini dari tahun 2021. 

“Mungkin akan cenderung menurun. Karena ada peningkatan impor dan dari sisi ekspor, pada tahun 2021 kita didorong oleh harga komoditas yang tinggi. Kalau di tahun ini akan ada normalisasi harga komoditas,” kata David kepada Kontan.co.id, Senin (17/1). 

David menekankan, peningkatan impor di tahun ini bukan melulu hal yang buruk. Pasalnya, ini menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian membaik karena ada permintaan yang meningkat dari masyarakat sehingga melecut permintaan impor barang konsumsi, barang modal, maupun bahan baku. 

Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan 2021 Catat Rekor Tertinggi Dalam 5 Tahun Terakhir

Namun, David mengingatkan, perbaikan ekonomi ini rupanya juga membawa risiko. Salah satunya, adalah tekanan pada neraca transaksi berjalan yang disebabkan oleh peningkatan impor. 

Pada tahun 2021, neraca transaksi berjalan diperkirakan mencetak surplus. Namun, pada tahun 2022, karena impor diperkirakan meningkat, maka ada potensi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) di bawah 1% Produk Domestik Bruto (PDB). 

Kondisi ini juga bakal memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Belum lagi, ada risiko yang membayangi nilai tukar rupiah dari pengetatan kebijakan moneter bank-bank sentral di seluruh dunia. 

Ia memperkirakan, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp 14.400 hingga Rp 14.500 per dolar AS. 

Baca Juga: Pergerakan Harga Komoditas Ini Mempengaruhi Nilai Ekspor dan Impor di Akhir 2021

Nah, untuk mengantisipasi hal ini, David menganjurkan pemerintah lebih getol dalam menarik investasi asing langsung, apalagi yang berorientasi ekspor. 

“Dengan adanya ini, kita berharap bisa menggenjot ekspor sehingga kinerja ekspor bisa lebih baik meskipun ada normalisasi harga komoditas,” katanya. 

Selain itu, dari sisi rupiah, David masih yakin Bank Indonesia (BI) memiliki amunisi kuat berupa cadangan devisa yang tambun dan juga kesiapan intervensi untuk menjaga pergerakan nilai tukar rupiah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×