Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencium potensi penerimaan negara dari rencana pemerintah, yang akan mewajibkan perusahaan e-commerce asing memiliki Badan Usaha Tetap (BUT). Aturan itu, sedianya akan dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sejatinya, aturan itu dibuat sebagai langkah pemerintah memberikan kepastian hukum bagi semua perusahaan e-commerce asing yang beroperasi di Indonesia. Diantaranya, prusahaan yang terkait dengan pembuatan aplikasi, hingga beberapa perusahaan berbasis internet lainnya seperti Google atau Facebook.
Namun bagi otoritas pajak, dengan terbentuknya BUT maka perusahaan-perusahaan itu akan menjadi subjek pajak. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasetiadi mengatakan, setiap transaksi yang dilakukan bisa dikenakan pajak.
Misalnya ada aplikasi di bidang transportasi, setiap pendapatan yang diterima dari sopir mereka akan menjadi objek pajak. Atau, bagi perusahaan jual-beli online setiap transaksinya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%.
Bahkan, perusahaan sekelas Facebook dan Google juga memiliki transaksi dan keuntungan yang besar dari pengguna asal Indonesia. "Web milik orang Indonesia di luar negeri dipajaki, mereka juga harus (di sini)," kata Ken, Selasa (29/3) di Jakarta.
Namun, DJP mengaku masih mengalami kendala meskipun persahaan-perusahaan tadi sudah memiliki BUT. Kendala itu, antara lain menentukan siapa yang akan memungut. Dalam bayangan Ken saat ini, setiap transaksi online yang terkait PPN impor yang akan memungut adalah Bea Cukai sedangkan transaksi online lainnya bisa melalui Kominfo.
Untuk bisa menjalankan hal itu, Ia memerlukan payung hukum lain berupa Peraturan Menteri keuangan (PMK). PMK tersebut untuk menetapkan Kemenkominfo sebagai pemungut pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News