kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Dua tahun Jokowi-JK, bagaimana realisasinya?


Senin, 17 Oktober 2016 / 07:44 WIB
Dua tahun Jokowi-JK, bagaimana realisasinya?


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pada 20 Oktober mendatang, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla genap menginjak dua tahun.

Perjalanan dua tahun masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Salah satunya pada sektor penegakan hukum.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi, menyoroti masih adanya oknum aparat penegak hukum yang justru terlibat dalam kasus-kasus tertentu, seperti kasus narkoba.

Persoalan pada bidang hukum lainnya adalah penyelesaian kasus HAM masa lalu.

Taufiqulhadi menilai, perlu ada kehati-hatian dalam penyelesaian kasus tersebut.

"Harus dilakukan penelitian terhadap hal tersebut sehingga kalau ingin melakukan penyelesaian, sejauh mana? Apakah pemerintah mau bergerak sampai 1965? Apakah bergerak ke sana akan menimbulkan masalah atau menyelesaikan?" kata Taufiqulhadi saat dihubungi, Minggu (15/10).

Selain itu, ia juga menyoroti soliditas aparat penegak hukum. Menurut Taufiqulhadi, hubungan antarpenegak hukum, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih baik setiap harinya.

Salah satu indikatornya adalah pernyataan pimpinan KPK dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR. Dalam hal ini, pihak KPK mengatakan tengah membangun komunikasi intensif dengan Kepolisian dan Kejaksaan, melalui sejumlah kegiatan penegakan hukum.

"Akan dilakukan secara bersama antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, serta telah dibeberkan langkah-langkahnya," kata Taufiq.

Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menyinggung soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meski pembahasannya ditunda, revisi UU KPK masih ada pada daftar Prolegnas Prioritas 2016.

Jika pembahasan dilanjutkan suatu hari nanti, Arsul mengatakan, fraksinya akan mendorong penguatan KPK, bukan pelemahan.

Misalnya, penguatan dilakukan dalam rangka sinergitas dengan penegak hukum lain, yakni melalui penambahan kedeputian, yaitu Kedeputian Koordinasi dan Supervisi.

Kedeputian tersebut salah satunya berfungsi untuk lebih mengintensifkan koordinasi KPK dengan penegak hukum lain soal penanganan kasus korupsi.

Kasus-kasus kecil, kata Arsul, seharusnya bisa dilimpahkan ke penegak hukum lain.

"Dengan demikian, KPK bisa menangani kasus yang besar-besar, cost recovery, penerimaan pajak, sumber daya alam lainnya, ketimbang soal APBD yang hanya berapa miliar," ujar Arsul.

Adapun Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, menganggap penegakan hukum pada era Jokowi-JK saat ini masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Hukum juga kerap dijadikan alat politik kekuasaan. Ia menilai poin-poin Nawacita sendiri tak jelas dan tak konkret.

"Apaan itu Nawacita? Tanya ke rakyat juga enggak ngerti. Itu abstrak. Seharusnya konkret. Tentu kita berharap ada pencapaian-pencapaian yang bisa lebih baik," kata Fadli. (Nabilla Tashandra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×