Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terancam terkena likuidasi. Kedua BUMN tersebut adalah Survey Udara Penas dan Perum Perfilman Negara (PFN). BUMN tersebut akan segera berubah bentuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dan berada dalam instansi Kementerian terkait.
Rencananya, Survey Udara Penas akan di BLU-kan dengan Kementerian Perhubungan dan PFN dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Saat ini, dua BUMN itu masuk dalam daftar pasien PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
"Kita berusaha untuk menghindari likuidasi, tapi jika diambil keputusan untuk menjadi BLU akan melalui tahapan tersebut. Proses legalnya itu ada. Sekarang kita berbicara soal bisnis, jika tidak berprospek buat apa," ujar Deputi Restrukturisasi dan Rencana Strategis Pandu Djajanto, Rabu (29/12).
Pandu menjelaskan, terdapat delapan perusahaan yang menjadi pasien PPA. Ke delapan pasien tersebut adalah Survey Udara Penas, PFN, Merpati, Iglas, PAL, Waskita Karya, Balai Pustaka, dan Kertas Kraft Aceh. Dari ke delapan tersebut, hanya dua yang sedang dalam pengkajian untuk berubah menjadi BLU.
Awalnya, Balai Pustaka juga akan berubah menjadi BLU. Namun, belakangan Kementerian BUMN berubah pikiran. BUMN Percetakan tersebut masih bisa dipertahankan. Dengan syarat, kajian komersial bisnisnya harus berubah. "Kalau Balai Pustaka, going concern-nya sekarang masuk kepada kegiatan multimedia. Mereka masih memiliki prospek dari aspek bisnis," jelas Pandu.
Sedangkan untuk enam BUMN lainnya, kata Pandu akan mendapat kucuran dana segar dari PPA. Untuk tahun depan, Pandu masih belum bisa bilang berapa perusahaan yang akan masuk dalam daftar sakit PPA.
Sekretaris PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Reny Rorong mengatakan setidaknya sebanyak 17 perusahaan yang masuk dalam daftar BUMN sakit pada 2011. Bertambahnya BUMN sakit di tahun depan, karena BUMN sakit yang masuk dalam daftar PPA pada tahun ini belum kelar restrukturisasi. "Untuk tahun depan, yang sudah mendaftar itu ada 17 perusahaan," kata Renny.
Business plan
BUMN sakit itu, di antaranya PT Kertas Kraft Aceh (KKA), PT Industri Gelas (Iglas), PT Industri Kapal Indonesia (IKI), PT PAL Indonesia. Menurut dia, penyehatan sejumlah perusahaan pelat merah sakit tersebut tergantung kerjasama yang dilakukan antara PPA dengan manajemen masing-masing perusahaan. Pasalnya, PPA harus menyelesaikan masalah utang-utang BUMN sakit tersebut.
“PPA harus menyelesaikan masalah utang-utang mereka dan utang-utang mereka sudah bertahun-tahun. Misalnya saja, kita kasih Rp 300 miliar, itu belum tentu cukup,” ujar dia. Dus, dia meminta sejumlah BUMN yang sudah mendaftarkan diri untuk disehatkan agar segera menyerahkan rencana bisnisnya ke PPA. “Namun, semua juga tergantung business plan. Semakin cepat diserahkan ke kita, semakin cepat penyelesaiannya,” imbuh dia.
Penyerahan rencana bisnis itu, kata Renny, juga berlaku untuk Djakarta Lloyd, yang saat ini sedang tersandung masalah utang dengan Australian National Lines (ANL). Hal itu dilakukan agar PPA bisa segera membantu Djakarta Lloyd melunasi utang-utangnya. “Kami membutuhkan business plan mereka, sehingga kita bisa tahu opsinya bagaimana. Kita juga ingin tahu komposisi utangnya berapa,” ujarnya. Menurut dia, hingga saat ini rencana bisnis Djakarta Lloyd masih dalam proses penyelesaian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News