Reporter: Adi Wikanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Parlemen meminta pemerintah membatalkan rencana penjualan PT Asean Aceh Fertilizer (AAF). Alasannya, DPR belum memberikan restu atas rencana tersebut.
Desakan Komisi VI DPR terlontar dalam rapat dengan Deputi Bidang Usaha Primer Kementerian BUMN, Meganando Daryono, Selasa (19/10) malam. DPR menyatakan AAF adalah perusahaan plat merah sehingga penjualannya harus mendapat restu dari mereka.
Ini berbeda dengan keputusan pemerintah yang menyebutkan bahwa AAF bukanlah perusahaan plat merah. Asal tahu saja, kasus AAF merupakan persoalan lama. AAF merupakan perusahaan gabungan dalam rangka kerjasama anggota negara ASEAN yang berdiri pada tahun 1979. Pemerintah melalui PT Pusri memegang saham 60%.
Dalam perjalanannya, kinerja AAF mulai menurun dan terjerat utang. Kemudian, tahun 2005, pemerintah dan pemegang saham memutuskan untuk melikuidasi perusahaan itu. Kemudian, mereka menunjuk likuidator independen untuk menjual aset-aset tersebut.
Namun, proses likuidasi tersebut mendapat perlawanan dari Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh dan DPR. Penyebabnya, proses likuidasi itu tidak dilakukan sesuai aturan. Selain itu, Pemda Aceh dan DPR bersikukuh AAF harus dihidupkan kembali.
Pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah mengajukan perlawanan hukum ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juli 2008 silam, Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa bahwa AAF bukan merupakan BUMN. Keputusan ini melandasi penjualan aset AAF senilai Rp 509,6 miliar. Namun, proses ini juga mandek.
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Aria Bima menegaskan, penjualan aset tersebut harus dihentikan. "Sampai masalah ini terpecahkan, pemerintah tidak boleh melakukan kegiatan terkait likuidasi AAF," terang Aria.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News