Reporter: Adi Wikanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komisi Perindustrian DPR berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas rencana pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Sebab, parlemen tidak ingin, pemerintah membeli barang rongsokan.
Inalum adalah proyek kerjasama antara pemerintah Indonesia dan investor asal Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Alumunium Co.Ltd (NAA) sejak 1975. Kontrak kerjasama tersebut akan berakhir 2013 nanti.
Pemerintah telah memiliki dua opsi dalam negosiasi kerjasama dengan Jepang ini. Pertama, pemerintah tidak melanjutkan kerjasama. Artinya, pemerintah akan mengambil alih sahaminalummilik NAA. Kedua, Indonesia melanjutkan kerjasama dengan Jepang dengan syarat kontrak berikutnya harus lebih menguntungkan Indonesia. Misalnya Indonesia memiliki saham mayoritas di Inalum. Kini, pemerintah Indonesia menguasai saham Inalum sebesar 41,12%. Sisanya, 58,88% dikuasai NAA.
Bila ingin mengambil alih Inalum, pemerintah harus menyiapkan dana untuk membeli saham NAA. Total kebutuhan dana diperkirakan mencapai US$ 723 juta.
Hanya saja, DPR mempertimbangkan umur Inalum yang sudah cukup tua. Parlemen khawatir peralatannya sudah tidak mendukung untuk peningkatan produksi. Apalagi, saat ini Inalum juga mempunyai utang senilai US$ 43 juta. “Kami khawatir, saat diambil alih, kita hanya mendapat besi tua,” kata Sukur Nababan, anggota Komisi Perindustrian DPR saat rapat dengar pendapat dengan Direksi Inalum dan Otorita Asahan, Rabu (28/7).
Menanggapi hal itu, Airlangga Hartarto, Ketua Komisi VI pun sependapat. Hanya saja, pembentukan panja tidak bisa dilakukan hari ini.
Komisi VI harus mendapat tambahan penjelasan tentang kinerja dan laporan keuangan Inalum secara detil. “Kalau sudah ada datanya, kita bisa perdalam lagi,” kata Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News