Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah menerapkan kebijakan wajib kerja bagi lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis selama satu tahun. Dalam mengikuti program tersebut, nantinya mereka akan ditempatkan di rumah sakit daerah terpencil, perbatasan, kepulauan, rumah sakit rujukan regional dan rumah sakit rujukan provinsi.
Pelaksanaan program wajib kerja tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis. Dalam Pasal 7 peraturan presiden yang ditandatangani Presiden Joko Widodo awal Januari lalu tersebut, wajib kerja tersebut diberikan kepada lulusan pendidikan profesi dokter perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.
Untuk bisa menerapkan kebijakan tersebut, dalam Pasal 8 ayat 1, di awal masa pendidikan, setiap mahasiswa program dokter spesialis di awal pendidikan mereka akan diwajibkan membuat surat pernyataan berisi kesediaan untuk mengikuti kewajiban tersebut. Namun, kewajiban tersebut belum diberlakukan untuk semua dokter spesialis.
Untuk tahap awal, dalam Pasal 13 ayat 4 kewajiban tersebut hanya akan diprioritaskan untuk lulusan dokter spesialis obstetri dan ginekolog atau kandungan, anak, bedah, penyakit dalam dan anestesi. Selain memberikan kewajiban, pemerintah juga memberikan hak bagi dokter yang mengikuti program tersebut.
Dalam Pasal 20, hak yang diberikan berupa tunjangan alias penghasilan. Mereka juga diberikan hak untuk mendapatkan fasilitas tempat tinggal atau rumah dinas.
Bila kewajiban tersebut dilanggar, dokter spesialis bisa terkena sanksi. Dalam Pasal 21 ayat 2 perpres tersebut, sanksi bisa berupa; teguran lisan dan teguran tertulis. Jika pelanggaran serius, dokter spesialis tersebut bisa dicabut surat izin prakteknya. Hakim Sorimuda Pohan, Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia sementara itu mengatakan, mempersilahkan pemerintah untuk menerapkan kewajiban kerja tersebut.
Tapi, hal itu dia tujukan bagi dokter yang menempuh pendidikan spesialisnya dengan menggunakan bea siswa dari dana negara. "Karena mereka dibiayai negara, sebagai bakti atas itu mereka harus kerja untuk negara silahkan," katanya kepada KONTAN, Senin (23/1).
Uji materi
Sementara itu, untuk dokter yang menempuh pendidikan spesialisnya dengan biaya mandiri, dia menyatakan, tidak setuju dikenakan kewajiban tersebut. Kalau kewajiban tersebut tetap disamaratakan, ada kemungkinan pihaknya akan mengambil langkah hukum dengan mengajukan judicial review.
Langkah tersebut diambil karena kebijakan tersebut berpotensi bisa menimbulkan ketidakadilan. "Seperti kerja paksa, makanya kami akan pelajari dan rundingkan itu sampai kami nanti tentukan tindak lanjut," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News