Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Profesi dokter menjadi sasaran dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengikuti program tax amnesty atau pengampunan pajak periode II. Sebab profesi ini masih sedikit yang mengikuti program tersebut sejak dimulai pada Juli 2016.
Tercatat dari 177.588 dokter hanya 7.125 orang yang mengikuti tax amnesty atau 4% dari keseluruhan dokter di Indonesia dengan nilai tebusan Rp 727,1 miliar. Lebih sepesifiknya untuk dokter umum dari 114.617 baru 5% yang ikut, untuk doktor spesialis dari 31.748 baru 4% yang ikut dan untuk dokter gigi dari 31.223 baru 3% yang ikut.
Jumlah partisipasi rumah sakit juga masih minim yaitu baru 145 rumah sakit atau 5% dari 2.583 rumah sakit di seluruh Indonesia yang terdiri dari milih pemerintah dan milik swasta. Dari jumlah itu baru 70 direktur rumah sakit yang telah mengikuti program ini.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Humas (DJP) Hestu Yoga Saksama menyampaikan berdasarkan data tersebut terlihat tingkat partisipasi dari dokter untuk ikut tax amnesty. Padahal mereka merupakan wajib pajak yang berhak mengikuti program tersebut. "Untuk profesi dokter kita akan kerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)," ujar Hestu Kamis (28/10).
DJP perlu menyasar dokter di tax amnesty karena selama ini dokter hanya menyampaikan hartanya di surat pemberitahuan tahunan (SPT) dari penghasilan saat kerja di rumah sakit atau klinik yang sudah dipotong pajak penghasilan (PPh). Sedangkan penghasilan dari luar itu belum dilaporkan.
"Tapi doktor itu praktek di rumah yang seharinya entah berapa, kemudian ada yang punya apotik dan biasanya belum dilaporkan semuanya dan belum dibayar pajak. Ini kesempatan yang baik untuk ikut tax amnesty," paparnya.
Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta menyampaikan bahwa kebanyakan dokter yang bekerja di rumah sakit atau tempat kesehatan lainnya itu sudah dipotong pajak secara langsung. "Jadi ngapain ikut tax amnesty kecuali dokter itu punya rumah sakit, punya pabrik obat. Kalau (dokter sebagai) pekerjanya kita langsung dipotong pajak," ungkapnya kepada KONTAN.
Dia juga meminta supaya dipetakan antara dokter yang pekerja dengan yang memang mempunyai rumah sakit atau apotek. Sebab jika dokter yang memang setiap harinya hanya bekerja itu tidak fair. "Pemerintah tidak seharusnya pukul rata sebab sudah dipotong pajak. Bahkan dua kali, gaji sama tunjangan," paparnya.
Untuk dokter yang praktek di rumah, menurutnya, kenapa belum banyak yang ikut tax amnesty sebab pemerintah tidak melakukan penyuluhan terhadap dokter-dokter sehingga banyak yang tidak tahu bahwa pendapat itu harus dilaporkan. "Harusnya mereka mengadakan penyuluhan dong," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News