Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jendral Pajak (DJP) mengaku belum mengendus tinjauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait transfer pricing perusahaan batubara.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan apabila hasil kajian KPK nantinya mengungkap praktik transfer pricing yang berbeda dengan yang telah dilaporkan Wajib Pajak (WP) seharusnya akan dilaporkan ke DJP.
Baca Juga: KPK selidiki dugaan transfer pricing batubara, ini komentar Ditjen Minerba
Yoga menambahkan tindakan KPK tentunya akan menjadi nilai tambah untuk mengawasi para WP ini dengan lebih baik. Dia menjelaskan secara regulasi perpajakan para WP yang melakukan transaksi dengan perusahaan afiliasi memiliki kewajiban untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
“Jadi tidak semaunya sendiri dalam menentukan harga transfer,” tutur Yoga.
Dalam praktik pengawasan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), DJP mengaku memiliki berbagai macam data pembanding untuk menentukan kepatuhan para WP, seperti harga patokan hingga harga pasar internasional.
Baca Juga: Selidiki transfer pricing, KPK minta data kontrak dan realisasi harga jual batubara
Selain menunggu laporan KPK, Yoga bilang KPP akan menganalisa transfer pricing perusahaan batubara untuk menentukan kewajaran dari harga transfer yang dilakukan.
“Apa yang dilakukan oleh KPK saat ini, tentu kami menghargai itu sesuai kewenangan mereka,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Senin (29/7).
Transfer pricing perusahaan batubara ini barangkali membuat penerimaan pajak jadi melempem. Dalam laporan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) realisasi pendapatan sumbangan sektor pertambangan periode Januari-Juni 2019 tercatat sebesar Rp 33,43 triliun.
Angka ini anjlok 14,0% dibanding tahun lalu. Padahal, kontribusi pajak pertambangan di periode sama tahun lalu tumbuh fantastis 80,3%.
Baca Juga: Indo Tambangraya (ITMG) optimalkan produksi batubara
Dugaan praktik kecurangan perusahaan batubara bukan yang pertama kali di tahun ini. Sebelumnya, ramai diberitakan tentang laporan Global Witness, yang menyebut adanya pengalihan laba PT Adaro Energy Tbk (ADRO, anggota indeks Kompas100) melalui salah satu anak perusahaannya di Singapura. Yakni Coaltrade Service International Pte. Ltd. sejak 2009-2017.
Dengan pengalihan laba tersebut, Adaro disebut bisa membayar pajak US$ 125 juta lebih rendah daripada yang seharusnya. Melalui pengalihan itu, diperkirakan pemerintah Indonesia mengalami potensi kehilangan pemasukan sekitar US$ 14 juta setiap tahun.
Yoga belum bisa banyak bicara soal dugaan penggelapan pajak ADRO. Dia mengimbau yang pasti itu menjadi wilayah pengawasan operasional di KPP. “Kami tidak bisa mengampaikan data/informasi spesifik tentang WP tertentu kepada pihak lain,” kata Yoga.
Baca Juga: KPK minta data ke Kementerian ESDM untuk memastikan pemenuhan kewajiban Tanito Harum
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News