Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bulion.
PMK tersebut adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025, yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat menilai kebijakan tersebut berpotensi mendorong penerimaan negara.
Menurutnya, berdasarkan data World Gold Council dan Antam, rata-rata permintaan emas batangan di Indonesia mencapai sekitar 60 ton per tahun pada 2024.
Baca Juga: DJP Terbitkan Aturan Pajak Emas di Bank Bulion, Konsumen Akhir Tetap Bebas Pajak
Dengan proyeksi harga emas di 2025 sekitar Rp 1 juta per gram, maka potensi basis transaksi via bank bulion diperkirakan meningkat 30% dibanding sebelumnya karena bebas PPh 22.
Dengan tarif PPh Final sebesar 0,25%, estimasi penerimaan negara dari transaksi emas batangan melalui bank bullion bisa mencapai Rp 45 miliar per tahun.
Bahkan, jika penetrasi bank bullion lebih agresif dan 50% transaksi emas batangan beralih ke jalur resmi, potensi penerimaannya bisa mencapai Rp 75 miliar per tahun.
Namun Ariawan menekankan, sebesar apa pun potensi penerimaan yang dihitung, esensi dari PMK ini adalah memberikan kepastian hukum perpajakan dan mendorong pembelian emas ke sektor formal.
Baca Juga: Bank Buka Suara Soal Pembelian Emas Batangan di Bullion Bank Kena PPh 0,25%
"Namun, juga ada risikonya karena penerimaan akan bergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak dan adopsi bank bulion oleh masyarakat," ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Jumat (31/7).
Untuk diketahui, penerbitan kedua PMK ini bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dan memberikan kepastian hukum.
Latar belakang penyusunan kedua PMK ini adalah diperlukan adanya dukungan terhadap kegiatanusaha bulion dalam bentuk penyesuaian pengaturan perpajakan dengan perkembangan kegiatan usaha bulion yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Usaha bulion mencakup kegiatan yang berkaitan dengan emas, seperti simpanan, pembiayaan, perdagangan, dan penitipan emas oleh lembaga jasa keuangan.
PMK pertama adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (PMK 51/2025).
Baca Juga: Pegadaian Kelola 22 Ton Emas, Layanan Bullion Bank Terus Diperluas
Pokok pengaturan baru dalam PMK 51/2025 meliputi penunjukan LJK Bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan, serta penetapan PPh Pasal 22 atas impor emas batangan sebesar 0,25%.